7 September 1940, Mengenang Kelahiran Gus Dur: Satu-satunya Kiai yang Jadi Presiden Indonesia
Sempat menjadi jurnalis dan penulis opini, Gus Dur selama puluhan tahun mengabdikan diri mengajar di pesantren dan universitas. Namun meski sudah pergi jauh, kaki Gus Dur tetap tidak bisa meninggalkan rumahnya, Nahdlatul Ulama. Kentalnya darah NU yang mengalir di dalam tubuhnya membuat Gus Dur akhirnya menerima tawaran dari kakeknya, Kiai Bisri, bergabung dengan Dewan Penasihat Agama NU. Sebagai anggota Dewan Penasihat Agama, Wahid memimpin dirinya sebagai reforman NU.
Gus Dur pertama kali terjun ke dunia politik pada Pemilu 1982, di mana saat itu ia berkampanye untuk PPP, partai Islam di era Orba. Namun perjalanan politiknya saat itu tidak mulus, karena PPP disebut Gus Dur selalu diganggu pemerintah. Namun ketika memantapkan diri fokus menjaga NU, Gus Dur akhirnya mundur dari PPP.
BACA JUGA: Indonesia 1950-an: Kemiskinan Merajalela, Parpol Cakar-cakaran, Anak Sekolah tak Dipusingkan PPDB
Reformasi yang dilakukannya di NU membuat Gus Dur menjadi sangat populer di kalangan Nahdliyin. Pada saat Musyawarah Nasional 1984, Gus Dur terpilih menjadi Ketua NU. Memimpin organisasi massa Islam besar di Indonesia membuat namanya semakin terkenal. Pengaruhnya bahkan membuat Presiden Soeharto menaruh hormat, meski pada akhir-akhir Orba, keduanya sering bersitegang.
Gus Dur yang terpilih kembali sebagai Ketua NU pada Musyawarah Nasional 1989, memaksa Presiden Soeharto yang saat itu terlibat dalam pertempuran politik dengan ABRI, mendekatinya. Soeharto saat itu mulai menarik simpati Muslim untuk mendapat dukungan mereka.
BACA JUGA: Sempat Saling Bermusuhan, Gus Dur Tetap Berkunjung ke Rumah Soeharto Saat Lebaran
Bahkan pada Desember 1990, Soeharto membantu pembentukan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) untuk menarik hati Muslim Intelektual, di mana ketuanya adalah Baharuddin Jusuf Habibie. Amien Rais hingga Nurcholish Madjid masuk dalam keanggotaan ICMI.
Gus Dur sempat diminta bergabung, tetapi menolak karena tidak setuju ICMI menjadi penyebab Soeharto tetap kuat. Bahkan pada tahun 1991, Wahid melawan ICMI dengan membentuk Forum Demokrasi, organisasi yang terdiri dari 45 intelektual dari berbagai komunitas religius dan sosial. Organisasi ini diperhitungkan oleh pemerintah dan pemerintah menghentikan pertemuan yang diadakan oleh Forum Demokrasi saat menjelang pemilihan umum legislatif 1992.
BACA JUGA: Humor Gus Dur: Gara-Gara Dizalimi Soeharto, Doa Gus Dur Jadi Presiden Terkabul
Kontroversi di era tersebut dibuat Gus Dur. Ide liberal Gus Dur mulai mengubah banyak pendukungnya menjadi tidak setuju. Sebagai ketua, Gus Dur terus mendorong dialog antar agama dan bahkan menerima undangan mengunjungi Israel pada Oktober 1994.
Menjelang Musyawarah Nasional 1994, Gus Dur menominasikan dirinya untuk masa jabatan ketiga. Mendengar hal itu, Soeharto ingin agar Wahid tidak terpilih. Pada minggu-minggu sebelum munas, pendukung Soeharto, seperti Habibie dan Harmoko berkampanye melawan terpilihnya kembali Gus Dur. Ketika musyawarah nasional diadakan, tempat pemilihan dijaga ketat oleh ABRI dalam tindakan intimidasi.
BACA JUGA: Jika Ruhut Dinilai Rasis ke Orang Papua, Gus Dur Justru Sangat Menghormati Papua
Terdapat juga usaha menyuap anggota NU untuk tidak memilihnya. Namun, Gus Dur tetap terpilih sebagai ketua NU untuk masa jabatan ketiga. Selama masa ini, Gus Dur memulai aliansi politik dengan Megawati Soekarnoputri dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Megawati yang menggunakan nama ayahnya memiliki popularitas yang besar dan berencana tetap menekan rezim Soeharto.