Cerita Mistik di Balik Pantangan Anak Keturunan Cirebon Makan Labu Hitam
KURUSETRA -- Salam Sedulur... Setiap laki-laki Muslim diwajibkan menunaikan Shalat Jumat sebagai pengganti Shalat Dzuhur ketika hari Jumat. Jika di semua masjid kumandang azan dilakukan satu muazin, di Masjid Sang Cipta Rasa Cirebon berbeda. Lantunan panggilan shalat di masjid yang berada di kompleks Keraton Kasepuhan itu dilakukan tidak hanya oleh satu orang, tetapi tujuh orang. Tradisi ini dikenal luas masyarakat sebagai Azan Pitu.
Tersebutlah Nyi Mas Pakungwati Ratna Kemuning, istri dari mubaligh besar Cirebon, Syekh Syarif Hidayatullah atau yang dikenal luas sebagai Sunan Gunung Jati. Nyimas Pakungwati meninggal dunia karena suatu penyakit misterius yang melanda Cirebon pada abad ke-15. Tak hanya merenggut nyawa Nyi Mas Pakungwati, wabah itu juga melanda menyerang warga Kota Udang.
BACA JUGA: Kiai Tampar Anggota Banser: Kiai Gak Dijaga Malah Gereja yang Dijaga!
Upaya demi upaya yang dilakukan selalu gagal, sehingga banyak rakyat Cirebon sakit hingga meninggal dunia. Sunan Gunung Jati pun berdoa kepada Allah untuk mendapatkan petunjuk menghilangkan wabah di Cirebon yang yang dahulu dikenal dengan sebutan Caruban.
Sebuah petunjuk datang, Sunan Gunung Jati menyebut wabah akan sirna dengan cara mengumandangkan azan yang dilantunkan tujuh orang sekaligus. Sebagai bagian dari ikhtiar, Sang Sunan bertitah kepada tujuh orang agar mengumandangkan azan di Masjid Agung Sang Cipta Rasa sebagai upaya menghilangkan wabah tersebut. Dan benar saja, setelah tujuh muazin melantunkan azan bersamaan, bawah itu mulai menghilang.
BACA JUGA: Humor Gus Baha: Suami Beruntung Itu yang Punya Istri Suka Ngomel, Cukup Sabar Dapat Pahala