Hari Tani Nasional: Krisis Beras di Zaman Jepang Bikin Rakyat Indonesia Kelaparan
KURUSETRA -- Salam Sedulur... Sebagai negara agraris, Indonesia bukan berarti selalu bebas dari krisis pangan. Indonesia pernah mengalami setidaknya tiga kali krisis beras, pertama di zaman Jepang, di era Presiden Soekarno, dan Presiden SBY.
Seperti diberitakan banyak media sebelumnya, banyak rakyat yang dikabarkan memakan nasi aking atau nasi sisa yang dijemur sampai kering kemudian ditanak dan diolah sebelum dimakan kembali. Atau ada juga yang makan ketela dan ubi-ubian karena tidak sanggup membeli beras.
BACA JUGA: Profil Ade Yasin, Bupati Bogor yang Divonis 4 Tahun Penjara karena Suap Pegawai BPK
Pada masa pemerintahan Jepang (1942-1945), jumlah rakyat Indonesia belum mencapai 70 juta jiwa. Kala itu kelaparan akibat kekurangan pangan terjadi di mana-mana. Untuk keperluan perangnya melawan sekutu, pemerintahan Dai Nippon memaksa rakyat menanam jarak yang akan dijadikan sebagai minyak. Kegiatan ekonomi lumpuh.
Kongsi-kongsi dagang milik Belanda dan Cina serentak tutup. Demikian pula pasar-pasar, toko dan warung-warung. Bahan makanan dan kebutuhan sehari-hari lenyap dari pasaran dan sukar dicari. Begitu menderitanya rakyat hingga untuk membeli beras harus pergi ke Bekasi dan Karawang.
BACA JUGA: Download GB WhatsApp (GB WA) Update Paling Baru September 2022: Aman, Mudah, dan Anti-banned
Dalam keadaan perut lapar dan sulitnya pangan, keong racun (bekicot) dijadikan santapan. Sementara, para pengemis berebutan makanan di tempat-tempat sampah dengan anjing. Adalah hal biasa menjumpai seseorang meninggal di pinggir jalan karena kelaparan.
Rakyat banyak yang tidak memiliki kain. Mereka memakai kain dari karet atau karung goni. Tidak heran kalau tuma (sebutan untuk kutu ketika itu) terdapat di badan-badan manusia. Obat-obatan juga sulit dicari, hingga orang beralih ke pengobatan tradisional dari nenek moyang.
BACA JUGA: Liburan ke Puncak? Ini Jadwal Ganjil Genap Kawasan Puncak Bogor Akhir Pekan September 2022