Home > Sejarah

Rakyat Indonesia Hidup Susah dari Perang Diponegoro, Inflasi Zaman Soekarno, Krismon Era Soeharto

Di zaman demokrasi terpimpin, Indonesia pernah mengalami inflasi 635 persen pada 1966.

Perang Jawa yang dipimpin Pangeran Diponegoro pada 1825-1830.
Perang Jawa yang dipimpin Pangeran Diponegoro pada 1825-1830.

Jauh sebelum masa tersebut, terutama setelah berakhirnya Perang Jawa, yakni perjuangan Pangeran Diponegoro melawan Belanda pada 1825, karena keadaan sudah aman disebut zaman normal. Pada zaman itu, rata-rata orang Indonesia menurut versi kolonial Belanda hidupnya sebenggol atau segobang atau dua setengah sen.

Uang rupiah paling kecil setelah merdeka pernah seperak, walau seperak atawa cetun sudah tidak ada harganya sama sekali. Bahkan, sebutan Pak Ogah sudah tidak tepat, karena mereka pasti marah kalau hanya dikasih doku cepek (seratus). Bahkan gope pun mereka enggan menerimanya. Minimal seceng alias seribu perak.

BACA JUGA: Demi Uang Perjaka Batavia Tergoda Janda-Janda Pejabat Belanda, Orang China Sewa PSK di Mangga Dua

Kembali ke zaman normal yang terjadi sebelum resesi ekonomi 1929, uang yang terkecil bukan sen, tapi cepeng atau setengah sen. Menurut para orang tua, uang cegin berupa koin lebih kecil dari Rp 50, bisa beli terasi, cabai dan bawang.

Uang 10 sen.
Uang 10 sen.

Punya duit satu sen juga berupa koin yang setengahnya bolong bisa beli nasi uduk. Sedangkan sepincang atawa satu setengah sen dapat membeli nasi uduk dengan tahu serta lauknya. Atau jajanan pengisi perut lainnya seperti kue serabi, kue apem, gemblong dan lain-lain.

BACA JUGA: Kisah di Balik Nama Tanah Sereal, Saat Warga Batavia Harus Bayar Sereal untuk Nyebrang Kanal Harimau

Lalu berapa harga beras yang merupakan kebutuhan pokok sehari-hari. Dengan uang seketip atau lima sen dapat digunakan untuk membeli beras dua liter. Kala itu para petani umumnya surplus beras, dan hanya orang-orang kota yang memerlukannya. Dengan uang seketip kita dapat menikmati makan enak di restoran-restoran.

Dengan uang sepicis (10 sen) kita bisa membeli gado-gado lengkap. Bisa dengan lontong atau nasi. Dan, kalau uang itu dikumpulkan sampai cetun (seperak), kita bisa nonton bioskop kelas satu, seperti Garden Hall dan bioskop Menteng. Dengan uang goceng atau lima perak, pada 1950-an kita bisa mentraktir cewek nonton bioskop.

BACA JUGA: Banjir Darah di Batavia Usai Tentara VOC Bantai 10 Ribu Orang China dari Balita Hingga Manula

× Image