Kisah di Balik Nama Tanah Sereal, Saat Warga Batavia Harus Bayar Sereal untuk Nyebrang Kanal Harimau
CERITA ABAH: Artikel ini adalah warisan berupa tuturan dari sejarawan sekaligus wartawan senior (Almarhum) Alwi Shahab kepada kami dan kami tulis ulang. Selamat Menikmati.
KURUSETRA -- Salam Sedulur... Selain kerusakan lingkungan di kawasan Puncak, banjir di Jakarta juga banyak disebabkan oleh rusaknya kanal-kanal air di dalam kota. Kanal-kanal yang berubah fungsi membuat banjir sulit diatasi.
Setiap tahun Jakarta tidak pernah luput dari banjir. Pada 2007 bersama Jawa Barat dan Banten, Provinsi DKI Jakarta sepakat membangun parit-parit dan bendungan resapan air. Sementara para pengembang diwajibkan membangun ruang terbuka hijau sebagai tempat resapan air, yang melalaikan kewajiban ini akan dikenai sanksi.
BACA JUGA: Raja Purnawarman dari Kerajaan Tarumanegara Atasi Banjir di Jakarta, Alirkan Air ke Laut
Pembangunan parit atau kanal dengan menyodet Sungai Ciliwung dan 12 sungai lainnya yang mengalir di Jakarta sebenarnya telah dilakukan VOC. Seperti dalam peta 1622, hanya tiga tahun setelah Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen membangun Batavia, dia menggali tiga kanal tegak lurus di atas Sungai Ciliwung. Pendiri Kota Batavia ini menyadari kota yang dibangunnya di atas reruntuhan Kerajaan Jayakarta itu berada di rawa-rawa.
Penggalian kanal atau parit dimaksudkan untuk membantu pengeringan lahan, terutama pada musim penghujan dan meninggikan permukaan tanah, di mana kota akan dibangun. Rencana kota disesuaikan dengan posisi lahan. Kanal-kanal digali arah timur-barat sejajar satu sama lain dan bermuara di Ciliwung.
BACA JUGA: Banjir Darah di Batavia Usai Tentara VOC Bantai 10 Ribu Orang China dari Balita Hingga Manula
Karena Belanda ingin membangun kota seperti di negerinya, terutama Kota Amsterdam, kanal-kanal dinamakan dengan nama Belanda. Ketiga kanal yang dibangun sejak awal kekuasaan Belanda yang kini terletak antara Jakarta Kota-Pasar Ikan, diberi nama Tijgersgrach (Kanal Macan), Amsterdamgracht (Parit Amsterdam), dan Oude Kerkgrach (Kanal Gereja Lama).
Tiga tahun kemudian, persisnya pada 1622, di selatan kastil yang kini daerahnya berada di sekitar Gedung Museum Bahari, Jakut, sudah ada kanal melintang selain tiga kanal tersebut. Parit atau kanal ini dihubungkan dengan parit Singa Betina oleh sebuah parit yang membujur arah utara-selatan, yaitu parit Harimau (kini merupakan Jl Raya Pos Kota di depan Museum Fatahillah), Jakbar.