Home > Sejarah

Kesultanan Demak "Kebumikan" Kerajaan Pajajaran Gara-Gara Bersekutu dengan Portugis

Walisongo juga marah karena Portugis bisa membahayakan perkembangan Islam yang baru berkembang di Pulau Jawa.

Pada awal abad ke-16 raja di Pakuan merasa cemas akan timbulnya kekuatan baru di pesisir Jawa Timur, yang sudah merembes sampai ke perbatasan negerinya. Pasukan Demak menguasai Cirebon (akhir abad ke-15). Maka, Pajajaran meminta dukungan orang Portugis, yang baru saja merebut Bandar Malaka (1511).

Ketika itu, orang Betawi sudah banyak yang beragama Islam. Di antara penyebarnya adalah Kyan Santang, putera Prabu Siliwangi.

Para pendeta Pajajaran menilai Kyan Santang melakukan penyimpangan, atau langgara. Karena itu, tempat bersembahyang mereka disebut langgar. Sampai kini orang Betawi menyebut surau dengan langgar.

BACA JUGA: Banyak Pria Jakarta Sakit Raja Singa Gara-Gara Wisata "Petik Mangga"

Persekutuan antara Pajajaran dan Portugis mengakibatkan kemarahan bukan saja dari Kerajaan Demak tapi para Walisongo. Portugis yang baru saja terlibat dalam perang salib dianggap bukan saja membahayakan persaingan dagang, tapi juga membahayakan Islam yang ketika itu tengah berkembang pesat. Sultan Trenggono dari Demak menugaskan iparnya, Fatahillah, memimpin pasukan menyerbu Sunda Kalapa.

Pada suatu hari di bulan Juni 1527 para laskar Islam pimpinan Fatahillah bergerak dari darat dan laut. Puncak pertempuran terjadi pada suatu senja di sekitar pelabuhan Sunda Kalapa.

BACA JUGA: Bolehkah Makan Nasi Berkat dari Acara Tahlilan? Halal Bisa Jadi Haram

Ketika merebut bandar ini, kapal-kapal Portugis yang tiba dari Malaka dihalau. Armada Portugis yang bermaksud mendirikan benteng di mulut Ciliwung sesuai perjanjian dengan Raja Pajajaran tidak diizinkan melaksanakan maksud itu. Mereka dihalangi dan diusir dari Teluk Jakarta (1527), karena Pajajaran sudah tidak berkuasa lagi.

× Image