Home > Sejarah

Sebelum Marshel Widianto Beli Video Dea OnlyFans, Dulu Konten Porno Dijual Lewat Buku Stensil

Konten porno sudah ada sejak era kerajaan yakni Serat Centhini hingga novel stensilan di era 1970-an.
Novel karya Enny Arrow. Sebelum konten porno dijual bebas dan dinikmati via video seperti sekarang, puluhan tahun lalu konten porno hanya bisa dinikmati lewat bacaan erotis yang disebut stensilan. Foto: Tangkapan layar.
Novel karya Enny Arrow. Sebelum konten porno dijual bebas dan dinikmati via video seperti sekarang, puluhan tahun lalu konten porno hanya bisa dinikmati lewat bacaan erotis yang disebut stensilan. Foto: Tangkapan layar.

KURUSETRA -- Salam Sedulur... Komika Marshel Widianto menggemparkan Indonesia setelah tersandung kasus pembelian konten porno berupa video dan foto tanpa busana Dea OnlyFans. Sebelum konten porno bisa disimpan di dalam "Google Drive", puluhan tahun lalu konten porno hanya bisa dinikmati lewat bacaan berupa novel berisi cerita khusus yang mengangkat permasalahan sekitar hubungan seks.

Novel yang mengangkat cerita seputar hubungan seks sudah ada sejak 1950-an yang bentuknya berupa buku saku. Novel ini dibaca secara sembunyi-sembunyi sehingga harus dibungkus dengan sampul tipis yang umumnya menggunakan kertas stensil. Karena alasan itulah, novel seks itu dikenal dengan nama "cerita stensilan".

BACA JUGA: Benarkah Gus Dur Pernah Menyebut Alquran Kitab Porno?

Jika saat ini Marshel diperiksa polisi karena kedapatan memborong 76 video seks dan beberapa gambar tanpa busana Dea OnlyFans di dalam sebuah Google Drive, dulu para penikmat bacaan stensilan juga tidak luput dari kejaran polisi. Karena itu novel stensilan dijual secara sembunyi-sembunyi dan biasanya dijual di lapak-lapak koran.

Mengutip dari buku Pasar Gambir, Es Shanghai, dan Komik Cina, karya Zeffry Alkatiri, di era 1950-an saat Indonesia baru merdeka, pengarang cerita porno populer bernama Ching Ping Mei atau Les Hitam. Pada medio lebih "muda" lagi atau generasi 1970-an, ada Valentino atau Enny Arrow. Namun tentu saja nama itu adalah nama pena alias nama samaran para pengarang mengingat novel stensilan pada era tersebut merupakan barang yang sangat tabu.

BACA JUGA: 7 Orang yang Ditangkap Polisi Setelah Jadi Tamu di Podcast Deddy Corbuzier

Jika Valentino diambil dari nama playboy Kota Venesia, Italia, abad pertengahan yang pernah terkenal sebagai perayu dan penggoda wanita, nama Enny Arrow masih misterius dan melegenda. Sebut saja buku karangannya seperti Badai Asmara, Puncak Bukit Kemestraan, Selembut Sutera, Malam Kelabu, Gairah Cinta, hingga Noda-Noda Merah menjadi buruan para pembaca setianya.

Namun seperti halnya kaset, CD atau rekaman bajakan di era sekarang, zaman tersebut juga banyak stensilan bajakan yang menggunakan nama Valentino atau Enny Arrow. Dan banyak pula buku-buku serupa yang menyuguhkan cerita berbau pornografi.

BACA JUGA: Galang Rambu Anarki, Abadi Lewat Lagu Kasih Jangan Kau Pergi

× Image