Home > Budaya

Semakin Tinggi Ilmu, Semakin Rendah Hati Pendekar Betawi

Tidak seorang pun pendekar Betawi dari generasi terdahulu yang bersedia menyebutkan siapa gurunya.

Aliran silat Sabeni (namanya di abadikan menjadi nama jalan di Tanah Abang), yang terkenal dengan jurus kelabang nyebrang dan merak ngigel diasuh oleh keturunan Sabeni sendiri. Ia adalah jagoan dari generasi sebelum perang dunia II. Ia lahir (1865) di Tenabeng, yang kini menjadi nama jalan Sabeni.

Seorang jago, menurut H Irwan Syafi’ie, adalah seorang yang bijak dan mau membantu orang yang sedang kesusahan, serta menolong orang yang lemah. Seorang yang disebut jago akan segera bertindak untuk mendamaikan orang atau kelompok yang sedang ribut/berkelahi, sekaligus memberi nasihat yang baik. Dia pun tidak mau membuat kesalahan, seperti menyinggung perasaan orang lain, memaki, memukul, apalagi sampai melukai dan membunuh.

BACA JUGA: Humor Gus Dur: Marbot Adzan Subuh Jam 9 Pagi, karena Adzan Jam 5 tidak Ada yang ke Masjid

Seorang jago mempunyai falsafah, hidup dan mati seorang manusia tergantung bagaimana amal perbuatannya. Karena falsafah hidup yang Islami itulah, maka hubungan mualim (guru agama) dengan jagoan tidak konfrontatif bahkan ada hubungan fungsional antara keduanya.

Jagoan membaca doa-doa tertentu untuk peningkatan ‘maen pukulan’-nya. Senjata-senjata jagoan seperti golok, atau pisau raut biasanya diberi wafak pada bilah logam tersebut. Yang mengajarkan wafak adalah mualim.

BACA JUGA: Mengapa Pak AR Banyak Merokok, Padahal Kiai Muhammadiyah: Tidak Banyak, Saya Merokok Satu-Satu

× Image