Home > Budaya

Ridwan Saidi dan Kontroversi Fatahillah Seorang Yahudi

Ridwan Saidi tidak setuju hari lahir Jakarta pada 11 Juni 1527.
Ridwan Saidi. Budayawan Ridwan Saidi meninggal dunia pada Ahad (25/12/2022). Semasa hidupnya beliau menyumbangkan banyak cerita sejarah dan budaya. Foto: Republika.
Ridwan Saidi. Budayawan Ridwan Saidi meninggal dunia pada Ahad (25/12/2022). Semasa hidupnya beliau menyumbangkan banyak cerita sejarah dan budaya. Foto: Republika.

KURUSETRA -- Salam Sedulur... Hari ini, Ahad (25/12/2022) Ridwan Saidi meninggal dunia. Semasa hidup, Budayawan Betawi itu memiliki segudang cerita sejarah Indonesia, mulai dari politik, olahraga, dan tentu saja budaya. Termasuk soal sejarah dan budaya Betawi, tanah kelahirannya. Namun, dari banyaknya cerita-cerita yang diwarisi Ridwan Saidi, ada satu yang menjadi kontroversi dan belum terselesaikan, yakni soal penetapan kapan tepatnya HUT Jakarta.

Babe Ridwan, begitu almarhum biasa disapa, memang menjadi salah seorang budayawan Betawi yang getol menyuarakan ketidaksetujuannya tentang HUT DKI Jakarta yang jatuh pada 22 Juni 1527. Bahkan, Babe Ridwan menyatakan jika Fatahillah adalah keturunan Yahudi.

BACA JUGA: Angklung Jadi Doodle Google, Begini Sejarahnya dari Kerajaan Sunda Hingga Jadi Warisan Budaya Dunia

Babe Ridwan bukan sembarangan menolak, karena dia memiliki keyakinan dan data yang menurutnya valid. Oke, kini bahas satu per satu.

Penetapan HUT DKI pada 22 Juni 1957 menurut penuturan sejarawan almarhum Prof Noegroho Notosusanto, berdasarkan disertasi Prof Dr Hoesein Djajadiningat yang dipertahankannya pada 1913 di Universitas Leiden, Belanda. Namun, yang menentukan 22 Juni sebagai hari lahir Jakarta adalah Prof Dr Soekanto, guru besar sejarah Fakultas Sastra UI, ketika menulis risalah Dari Djakarta ke Djakarta (1954).

BACA JUGA: Sejarah Mangkuk Ayam Jago yang Jadi Doodle Google Hari Ini

Bertolak dari teori sejarawan Hoesein Djajaningrat, Prof Soekanto memperkirakan pertempuran antara Fatahillah melawan Francisco de Sa dari Portugal terjadi pada Maret 1527. Hingga, ia memastikan, pemberian nama Jayakarta dilakukan setelah bulan Maret itu.

Sayangnya, bahan-bahan sejarah yang kuat tak ada untuk menentukan tanggal dan bulan yang pasti pada pemberiaan nama Jayakarta itu. Karena itu, sejarawan Prof Noegroho Notosusanto memperkirakan, Prof Soekanto menempuh cara dugaan saat menetapkan 22 Juni 1527 yang bertepatan dengan 12 Rabiul Awal (hari kelahiran Nabi Muhammad Shalallahu Alahi Wassalam) yang merupakan hari raya Islam yang paling dekat dengan Maret.

BACA JUGA: Sejarah Rebo Wekasan dan Mitos Puasa Tolak Bala dalam Tradisi Jawa dan Ajaran Islam

Jadi, kata Prof Noegroho, teori ini tidak begitu kuat karena hanya bersifat dugaan. Meski begitu, teori yang berawal dari Prof Hoesein Djajaningrat ini kemudian diterima Pemda DKI di masa Wali Kota Sudiro (1953-1958).

Meski sudah ditetapkan, perayaan HUT Jakarta belum marak digelar. Paling-paling para pejabat DKI melakukan ziarah ke makam Pangeran Jayakarta di Jatinegara Kaum, Pulogadung, Jakarta Timur.Baru pada masa gubernur Ali Sadikin HUT DKI diperingati secara meriah. Digelarlah Jakarta Fair di Silang Monas, tempat Pasar Gambir di masa Hindia Belanda.

BACA JUGA: Kata Ente Ane dalam Budaya Betawi yang Viral Gara-Gara Jindan Penantang Pesulap Merah

Ridwan Saidi sepemikiran tentang tidak setuju dengan tanggal kelahiran Jakarta pada 22 Juni 1527... baca di halaman selanjutnya...

× Image