Home > News

28 Oktober, Sejarah Hari Sumpah Pemuda: Sumpah untuk Lepas dari Penjajah

Sumpah Pemuda: Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa.

 Diorama dan barang bersejarah di Museum Sumpah Pemuda, Jalan Kramat Raya 106, Kwitang, Senen, Jakarta Pusat. Foto: Republika/Ronggo Astungkoro
Diorama dan barang bersejarah di Museum Sumpah Pemuda, Jalan Kramat Raya 106, Kwitang, Senen, Jakarta Pusat. Foto: Republika/Ronggo Astungkoro

Para pemuda ini kemudian mengadakan Kongres Pemuda yang sekaligus bertujuan untuk melahirkan berdirinya organisasi-organisasi pemuda dalam satu atap. Kongres diadakan 30 April – 2 Mei 1926.

Seluruh pengantarnya Bahasa Belanda. Kongres ini tidak menghasilkan keputusan secara bulat. Soal bahasa, pemilihan tiga bahasa (Jawa, Belanda, Melayu) sebagai bahasa nasional masih diperdebatkan. Mengenai bahasa Jawa, yang mayoritas digunakan masyarakat atau pemuda Jawa dalam pergaulan, sulit diterima untuk dijadikan bahasa persatuan atau nasional. Bahasa Belanda dianggap bahasa kolonial.

BACA JUGA: Mengapa Soekarno Ngotot Ingin Membangun Monas?

Bahasa Melayu, sekalipun memiliki pendukung yang banyak, tapi dalam Kongres Pemuda 1926 belum bisa diterima sebagai bahasa persatuan dan nasional. Kongres Pemuda ke-2 sendiri berlangsung di tiga gedung mengingat para pemuda kediaman kost-nya berpencar-pencar di Batavia. Rapat pertama diadakan Sabtu (27/8/1928) di gedung Katholieke Jongenlingen Bond di Waterlooplein (kini Jl Lapangan Banteng).

Rapat dimulai pukul 19.00 – 23.30. Rapat kedua (Minggu) dimulai pukul 08.00 – 12.00 di gedung Oost Java Bioscoop di Koningsplein Noord (Medan Merdeka Utara) depan MBAD. Rapat ketiga Ahad, 28 Oktober 1928, pukul 17.30 – 23.30 WIB di gedung Indonesisshe Clubgebouw Jl Kramat 106, yang menghasilkan Sumpah Pemuda.

BACA JUGA: Gara-Gara Percaya Mistik, Soekarno Ngotot Bacakan Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus

Rapat ini rupanya tidak berjalan mulus, karena mendapat gangguan berupa larangan dan ancaman penghentian pertemuan dari Adjunct Hoofdcommisaris van Politie van der Vlugt. Pelarangan terjadi saat pemakaian kata-kata Indonesia Merdeka. Mendapat ancaman itu, ketua kongres, Soegodo Djojopoespito tetap tenang.

Dengan senyum simpul dan telunjuk ke atas, berkata kepada peserta : “Verboden , tetapi kita tahu sama tahu.” Hadirin menyambutnya dengan riuh, riang, dan kadang dengan nada memperolok petugas polisi rahasia Belanda (PID) itu yang ada di lokasi. Gedung Kramat 106 ini sejak 1928 memang ditempati sebagai kost oleh para pelajar.

BACA JUGA: Daftar Gaji 7 Presiden Indonesia: Soekarno Hanya Bisa Beli Permen, Jokowi Bisa Beli Mobil Bekas

Pada awalnya ia sebuah rumah milik Sie Kong Liong. Tahun 1934 sudah tidak ada pelajar lagi yang tinggal di sini. Oleh pemiliknya disewakan pada Pang Tjeng Yam yang menggunakan sebagai rumah tinggal. Pada 1937 disewa Loh Jing Tjoe yang menggunakannya sebagai toko bunga. Gedung yang pernah dijadikan asrama Bea Cukai ini, juga pernah menjadi Hotel Hersia.

.

DENGARKAN DONGENG PILIHAN UNTUK ANDA:

.

BACA ARTIKEL MENARIK LAINNYA:
>
FreeMP3Downloads: Gratis Download Lagu MP3 dan MP4, Cukup Ketik Judul Lalu Save di HP

> Humor Cak Nun: Soal Rokok Muhammadiyah Terbelah Jadi Dua Mahzab

> Humor Ramadhan: Puasa Ikut NU yang Belakangan, Lebaran Ikut Muhammadiyah yang Duluan

> Muhammadiyah Tarawih 11 Rakaat, Pakai Formasi 4-4-3 atau 2-2-2-2-2-1?

> Download Lagu MP3 Gratis dari YouTube Pakai MP3 Juice Lalu Simpan di HP: Cepat dan Mudah

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.

× Image