Senja di Batavia tak Kalah Indah dari Belanda
Pada zaman itu tidak ada mobil dan tentu saja tidak ada kemacetan, apalagi polusi. Pedagang asongan, jalur cepat dan manusia hidup tanpa dikejar waktu seperti sekarang. Yang ada hanya beberapa sado yang ditarik kuda yang memecahkan kesunyian jalan raya yang tidak diaspal dan diteduhi oleh pohon-pohon rindang yang berdiri kokoh tanpa khawatir akan tumbang.
Menurut Bernard Dorleans dalam buku Orang Indonesia & Orang Prancis dari Abad ke-XVI s/d Abad XX, pada 1815 Batavia hanya berpenduduk 47 ribu jiwa dan pada akhir abad ke-19 sebanyak 116 ribu jiwa. Dengan kata lain, ibu kota Hindia Belanda ini bersuasana pedesaan bila dibandingkan dengan kota industri dan pelabuhan Surabaya yang berpenduduk 147 ribu jiwa dan berirama hidup lebih cepat.
BACA JUGA: Bagaimana Cara Punya Dua Nomor WhatsApp dalam Satu HP? Begini Caranya
Gubernur Jenderal Daendels, setelah memporak-porandakan kota tua Batavia, membangun Weltevreden belasan kilometer selatan kota tua. Di samping gedung dan perkantoran sebagai pusat pemerintahan, ia juga membangun lapangan Gambir yang mula-mula diberi nama Champs de Mars. Kemudian menjadi Konings Plein saat Belanda berkuasa kembali. Di Weltevreden ia juga membangun Waterlooplein yang kini menjadi Lapangan Banteng.
Konings Plein yang oleh warga Betawi disebut Lapangan Gambir dan Lapangan Ikada pada masa Jepang (kini Lapangan Monas), mungkin merupakan lapangan paling luas di dunia. Lebih luas dari lapangan Santo Pietro di Vatikan tempat Paus bertatap muka dengan para jamaah Katholik. Juga lebih luas dari Tian An Men di Beijing dan Lapangan Merah di Moskow.
BACA JUGA: Download GB WhatsApp (GB WA) Update Terbaru Versi September 2022: Cepat, Aman, dan Mudah
Di dekat Monas terdapat Kebun Sirih. Dari namanya sudah dapat diperkirakan, kawasan itu dulu merupakan kebun sirih. Tanaman merambat yang belum begitu lama berselang digemari banyak orang untuk dikunyah-kunyah nyirih (makan sirih). Kelengkapannya antara lain kapur (sirih), pinang dan gambir.
Sampai 1960-an di rumah-rumah masih tersedia tempat sirih untuk para ibu yang datang bertamu dengan tempolong untuk membuang ludah bewarna merah setelah mengunyahnya. Sampai abad ke-19 bukan hanya wanita, pria pun banyak yang nyirih.
BACA JUGA: Buaya Putih Penunggu Setu Babakan, Jelmaan Gadis yang Cintanya tak Direstui 3
.
TONTON VIDEO PILIHAN:
.
BACA BERITA MENARIK LAINNYA:
> Inggris dan Belanda Berperang untuk Perebutkan Pulau Jawa
> Savefrom.net, Download Video TikTok dan Lagu MP3 dari YouTube: Gratis dan Mudah tanpa Watermark
> Ruwatan, Tradisi Masyarakat Jawa untuk Bebaskan Manusia dari Dosa
> Download Lagu MP3 dari YouTube Pakai YouTube Premium: Mudah, Cepat, dan Legal
> Download Minecraft PE 1.19.11 Paling Baru di Sini: Legal, Aman, dan Cepat
> Humor NU: Orang Muhammadiyah Ikut Tahlilan Tapi Gak Bawa Pulang Berkat, Diledek Makan di Tempat Saja
> FreeMP3Downloads: Gratis Download Lagu MP3 dan MP4, Cukup Ketik Judul Lalu Save di HP
> Humor Cak Nun: Soal Rokok Muhammadiyah Terbelah Jadi Dua Mahzab
> Humor Ramadhan: Puasa Ikut NU yang Belakangan, Lebaran Ikut Muhammadiyah yang Duluan
> Muhammadiyah Tarawih 11 Rakaat, Pakai Formasi 4-4-3 atau 2-2-2-2-2-1?
> Download Lagu MP3 Gratis dari YouTube Pakai MP3 Juice Lalu Simpan di HP: Cepat dan Mudah
.
Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.