Sempat Dihina, Usmar Ismail Bungkam Kesombongan Pengelola Bioskop Belanda Lewat Film Krisis
CERITA ABAH: Artikel ini adalah warisan berupa tuturan dari sejarawan sekaligus wartawan senior (Almarhum) Alwi Shahab kepada kami dan kami tulis ulang. Selamat Menikmati.
KURUSETRA -- Salam Sedulur... Di depan Masjid Istiqlal terdapat bioskop Capitol Theatre, yang kini sudah berubah fungsi menjadi pertokoan. Bioskop Capitol pada era 1950-an hanya memutar film-film Barat (Amerika Serikat).
Pada awal tahun 1950-an, ketika Usmar Ismail mendirikan Perfini (1950) dan setahun kemudian disusul Djamaluddin Malik (Persari), film-film Indonesia mulai banyak bermunculan. Pada pertengahan 1950-an Usmar Ismail (Perfini) membuat film Krisis. Usmar pun berusaha agar film produksinya diputar di bioskop Capitol. Kala itu, yang berhak memutuskan apakah film Krisis pantas diputar di Capitol, adalah seorang Barat bernama Wetkin.
BACA JUGA: Misteri Terowongan Rahasia Belanda di Bawah Masjid Istiqlal Jakarta
Begitu tidak yakinnya pengelola Capitol ini terhadap film Indonesia, hingga belum sampai melihat lebih dulu, ia pun sesumbar dengan mengeluarkan kata-kata menghina yang intinya menyatakan, ”Film Indonesia tidak pantas dipertunjukkan di Capitol”.
Tidak seperti Djamaluddin Malik yang meledak-ledak, Usmar Ismail yang sabar pun tidak dapat menerima penghinaan ini. ”Maka dia pun menjotos pimpinan Capitol”.
BACA JUGA: Download Lagu MP3 Gratis dari YouTube Pakai YouTube Music Premium: Cepat, Mudah, dan Dijamin Legal
Agar tidak menimbulkan masalah yang lebih besar dan untuk meredakan ketegangan, maka general manager MGM (Metro Goldwyn Mayer) untuk Indonesia, Alexander Wenas, menawarkan agar film Krisis Usmar Ismail di putar di bioskop Metropole (sempat berganti nama menjadi Megaria). Bioskop yang memuat 1.500 penonton ini, sejak berdiri 1950-an hanya memutar film-film keluaran MGM ketika memutar film ‘Krisis’ ternyata sukses besar. Selama 35 hari film ini diputar di bioskop Metropole.
Akibat sukses besar film Krisis, bioskop Capitol pun mengubah sikap dan membuka diri untuk film Indonesia. Maka masuklah Djamaludin Malik (Persari) dengan film Janjiku. Kemudian kembali Usmar memutar film Tiga Dara (Mieke Widjaya, Indriati Iskak dan Chitra Dewi) yang juga sukses.
BACA JUGA: Demi Jaga Budaya Indonesia, Orde Lama Larang Pemuda Mainkan Musik Ngak-Ngik-Ngok