Imam Mahdi Muncul dari Bogor Pimpin Kaum Petani Lawan Penindasan Tuan Tanah dan Pemerintah Belanda
Juga pernah terjadi perlawanan kaum petani di Bogor yang dipimpin Arpan. Oleh para pengikutnya dia diyakini sebagai Mahdi. Arpan dibantu Mohammad Idris yang memakai gelar Panembahan — gelar ini umumnya digunakan aliran mistik di Jawa Tengah (Pusponegoro dan Notosusanto).
Arpan, anak petani dari Ciomas, Bogor, adalah seorang pemuda yang baik, berbakti pada orang tua dan sejak kecil sudah mendalami ajaran agama Islam, serta menguasai ilmu pukulan (silat). Ciomas yang terletak di lereng Gunung Salak merupakan daerah partikelir milik seorang Belanda, Steurs.
BACA JUGA: Warga TikTok Larang Cari Gurun Sahara di Google Maps, Netizen: Keluarnya Foto Bapak-Bapak Bugil
Luas daerah partikelir itu sekitar 9.000 bahu (satu bahu = 3/4 hektar). Penduduknya sekitar 15 ribu jiwa, dan sebagian besar petani. Para petani di tanah partikelir Ciomas yang menggarap tanah hartawan Belanda itu menghadapi berbagai tekanan seperti terjadi di tanah partikelir lainnya.
Para petani dibebani pajak yang tinggi, jumlah contingentemn yang tidak sesuai dengan perjanjian, kerja kompenian yang berkepanjangan, hukuman sita rumah dan tanah kalau utang-utang mereka tidak dibayar pada waktunya. Masih banyak lagi kewajiban-kewajiban yang memberatkan petani yang menghadapi pemerasan tanpa mengenal ampun (Pesponegoro dan Notosusanto 1988).
BACA JUGA: Download Lagu (MP3) dari Video Youtube Pakai MP3 Juice: Mudah, Cepat, dan Gratis Download Sepuasnya
Pola kepemimpinan Arpan tidak jauh berbeda dengan yang terdapat di daerah-daerah lain. Arpan, yang terhitung jago silat dan pandai mengaji, dipercaya oleh para pengikutnya sebagai Imam Mahdi. Ia dibantu oleh Mohammad Idris, yang bergelar Panembahan.
Sesungguhnya, tahun 1886 adalah tahun yang cukup berhasil bagi para petani. Namun menjadi tidak berarti karena praktek-praktek tidak adil dan tidak manusiawi oleh pihak tuan tanah dan aparatnya — para kepala desa.
BACA JUGA: Anak Jaksel Kudu Tahu, Kebayoran Baru Dulunya Hanya Kota Satelit Kini Jadi Daerah Elite
Untuk menghadapi tekanan-tekanan yang terlalu berat, penduduk mulai menyingkir dari tanah partikelir Ciomas. Bersamaan dengan menyingkirnya sekitar 2.000 petani, para buruh tani di perkebunan kopi mulai menolak untuk bekerja.
Mohammad Idris, yang bergelar Panembahan dan sempat pindah dari Gunung Salak ke Sukabumi, akhirnya kembali ke Ciomas. Sebagai seorang panembahan ia memiliki kharisma sehingga makin banyak pelarian lainnya yang bergabung dengannya. Mohammad Idris dan para pembantunya kemudian memutuskan untuk mengadakan perlawanan.
BACA JUGA: 8 Agustus Hari Kucing Internasional, Begini Sejarahnya
Sebelum Mohammad Idris bertindak, lebih dulu terjadi perlawanan dari Arpan, sang Mahdi. Bersama para pengikutnya dia lebih dulu berdoa dan shalat berjamaah sebagai tekad untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda dan tuan tanah jahat.
Sayangnya, gerakan perlawanan yang dilakukan pada Februari 1886 itu kandas oleh polisi setempat yang mengerahkan seluruh aparatnya. Sang Mahdi bersama para pengikutnya terpaksa harus menyingkir ke Pasir Paok.
Kekalahan Arpan tidak mengendurkan semangat juang rekannya, Mohammad Idris.... Baca di halaman selanjutnya.