Hubungan Tugu Kujang dengan Prabu Siliwangi yang tak Tertandingi
KURUSETRA -- Salam Sedulur... Tugu Kujang menjadi monumen selamat datang bagi para wisatawan yang datang ke Kota Bogor. Ikon Kota Hujan itu merupakan monumen yang menjulang ke langit setinggi 25 meter dari permukaan tanah dengan luas 26 meter x 23 meter. Tugu yang terletak di samping tiga jalan raya yakni Padjajaran, Otto Iskandar, dan Baranangsiang bukan sembarang monumen, tetapi menyimpan makna yang mendalam bagi warga Bogor.
Tugu Kujang ini dibangun pada 14 Mei 1982 pada masa pemerintahan Wali Kota Achmad Sobana dengan biaya pembangunan mencapai 80 juta dengan menghadap ke Istana Bogor. Tugu Kujang ini didirikan sebagai penghormatan pada masa Kerajaan Sunda yang beribukota di Pakuan Pajajaran. Kujang menjadi senjata utama masyarakat Kerajaan Sunda untuk berperang menjadi alasan mengapa tugu ini menggunakan senjata tersebut.
BACA JUGA: Orang Hindia Belanda Gila Sepak Bola Sampai Masuk Piala Dunia
Di puncak tugu terdapat ornamen senjata kujang yang berdiri di atas puncak memiliki berat sekitar 800 kg dengan tinggi sekitar 7 meter. Ornamen kujang yang terbuat dari bahan stainless steel dan dilapisi perunggu serta kuningan ini dipasang menggunakan helikopter yang didatangkan dari Pangkalan TNI-AU Atang Sandjaya Semplak dengan posisi menghadap ke arah Istana Bogor.
Tugu yang menghabiskan dana pembangunan sekitar 80 juta ini menghadap ke arah Istana Bogor dan diresmikan pada 30 Juni 1982 oleh Wali Kota Ahmad Sobana. Di bagian bawah Tugu Kujang tertulis “Dinu Kiwari Ngancik Nu Bihari Seuja Ayeuna Sampeureun Juga (Apa Yang Dilakukan Hari Ini Dan Esok Harus Lebih Baik Dari Hari-hari Sebelumnya). Motto tersebut berasal dari prasasti Lingga serta Batutulis pada Kerajaan Pajajaran yang dahulu dipimpin oleh Sri Baduga Maharaja Ratu Adil.
BACA JUGA: Humor Gus Dur: Lagi BAB Orang Jawa Ditanya Orang Sunda, Atos Kang, Dijawab Atos Atos, Mencret!
Sebelum Tugu Kujang berdiri, saat Bogor masih bernama Buitenzorg, Kota Hujan pernah memiliki landmark yang sangat populer yang juga berupa tugu. Tugu berdinding putih itu dikenal dengan nama Witte Paal.
Sayangnya tugu tersebut dihancurkan dengan dinamit karena dianggap sebagai simbol kolonialisme. Lahan bekas tugu tersebut diratakan dan dibuat kolam bulan lengkap dengan air mancurnya. Puluhan tahun kemudian dibangunlah sebuah Tugu Kujang yang berjarak sekitar 3 km dari bekas tugu yang dihancurkan air mancur.