Home > Sejarah

Jenderal Soedirman: Sungguh Berat Jadi Kader Muhammadiyah, Ragu dan Bimbang Lebih Baik Pulang

Panglima Besar Soedirman adalah anak kandung Muhammadiyah.

Pada Kongres ke-29 Muhammadiyah di Yogyakarta, Soedirman mengusulkan agar anggota Hizbul Wathan mengenakan celana panjang. Dalam buku Guru Bangsa: Sebuah Biografi Jenderal Sudirman karya Sardiman (2008) dijelaskan usulan tersebut karena Soedirman ingin agar para anggota Hizbul Wathan tidak kesulitan mencari sarung ketika hendak mendirikan sholat.

Berawal dari Hizbul Wathan, kiprah Soedirman di dunia militer terbuka. Sejak masa kependudukan Belanda, Soedirman pernah melatih tentara pribumi di daerah Banyumas atas permintaan pemerintah Belanda. Tahun 1944 ia menjadi bagian dari organisasi militer bentukan Jepang, yaitu PETA (Pembela Tanah Air).

BACA JUGA: Germo Portugis Pasok Cabo ke Batavia, Banyak Pejabat Belanda Jadi Pelanggannya

Soedirman juga melibatkan diri di beberapa organisasi militer lainnya, seperti Syu Sangikai dan Badan Keamanan Rakyat (sekarang Tentara Nasional Indonesia). Hingga pangkatnya di militer Indonesia naik.

Puncaknya pada 12 November 1945 Soedirman dipilih menjadi panglima besar. Namun pelantikan panglima besar baru terlaksana pada 18 Desember 1945.

BACA JUGA: Berburu Janda Pejabat Belanda di Batavia, Orang Tionghoa Cari PSK di Mangga Besar

Ketika pasukan sekutu menyerang Semarang, Magelang, dan Ambarawa pada akhir 1945, Soedirman memimpin pasukan mempertahankan kemerdekaan. Kemenangan di pihak Indonesia tidak lepas dari kepemimpinan Soedirman, yang membuat sejumlah petinggi Indonesia tak lagi meremehkan sikap tegasnya enggan menyerah dan menjadi tawanan Sekutu.

× Image