Dibilang dari Negeri Kadrun, Imigran Yaman Sebarkan Paham Sultan Ottoman Turki Khalifah Dunia
Dalam beberapa catatan, mereka dirincukan dengan orang Benggali dan orang asing yang beragama Islam. Sejak 1870, pelayaran dengan kapal uap antara Timur Jauh dan Arab mengalami perkembangan pesat sehingga perpindahan penduduk dari Hadramaut menjadi lebih mudah. Sejak pelayaran melalui kapal uap, umumnya tidak lagi melalui Aceh, tapi Singapura dan Batavia. Menurut statistik (1885), di Jawa terdapat enam koloni besar Arab, yaitu Batavia, Tegal, Pekalongan, Semarang, Surabaya, dan Madura.
Yang menarik dalam tulisan Van den Berg, justru di Aceh bangsa Arab jumlahnya paling besar dibandingkan di tempat lain manapun, dan tidak pernah bermukim secara berkelompok seperti di tempat lain. Di Batavia, karena semakin banyak pendatang Hadramaut, pada 1844 pemerintah Belanda mengharuskan adanya kepala koloni yang ketika itu dinamai kapiten atau kapten Arab. Seperti juga orang Cina dan berbagai etnis lainnya di nusantara yang ditempatkan dalam satu kampung, seperti Kampung Melayu, Kampung Jawa, Kampung Makasar, Kampung Bali, dan lainnya.
BACA JUGA: Muhammadiyah Bangun Wisata Halal di Malang, Ada Taman Bermain dan Waterboom
Orang-orang Arab ini, kata Van den Berg, menetap di Pekojan yang artinya tempat orang Koja (sebutan untuk orang Benggali, India). Ketika ia mengadakan penelitian (1884-1886), orang Benggali tidak ada lagi. Saat itu penduduk yang ada mayoritas Arab dan hanya beberapa gelintir Cina.
Sejak sekitar 1970-an, orang Arab menjadi minoritas dan orang Cina berganti menjadi mayoritas. Ia menggambarkan kala itu wilayah Pekojan sangat kumuh, namun tampaknya orang Arab tidak terlalu menderita karenanya. Sekitar satu setengah abad lalu itu, orang Arab juga sudah banyak tinggal di daerah pinggiran (kini Jakarta pusat), seperti daerah Krukut dan Tanah Abang.
BACA JUGA: 10 Negara yang Larang LGBT, Pelakunya Bisa Dihukum Mati
Di Cirebon, kapiten Arab diangkat pada 1845. Seperti juga di Batavia, kampung Arab di sini dulunya tempat tinggal orang Benggali. Pada 1872 koloni di Indramayu dipisahkan dari Cirebon dengan mengangkat seorang kapiten (kepala koloni) Arab.
Hal serupa juga terjadi di Tegal, Pekalongan, Semarang, Surabaya, Gresik, Pasuruan, Bangil, Lumajang, Besuki, Banyuwangi, Surakarta, Sumenep, dan berbagai tempat di nusantara terdapat kapiten Arab. Ini dimaksudkan, antara lain, untuk memisahkan keturunan Arab dengan pribumi.
BACA BERITA MENARIK LAINNYA:
> Banyak Pria Jakarta Sakit Raja Singa Gara-Gara Wisata "Petik Mangga"
> Humor Gus Dur: Mudik ke Jombang Disetiri Kiai Wahab Malah Bikin Jantung Dagdigdug
> Humor Gus Dur: Ketiduran di Makam Ketika Ziarah Tengah Malam, Pas Bangun Malah Dikira Hantu
> Humor Gus Dur: Orang Jepang Sombong Mati Kutu di Depan Sopir Taksi
> Rektor ITK Singgung Manusia Gurun, Teringat Humor Gus Dur Tentang Unta Hewan Gurun yang Pendendam
> Kiai Tampar Anggota Banser: Kiai Gak Dijaga Malah Gereja yang Dijaga!
> Kata Siapa Muhammadiyah tidak Punya Habib, KH Ahmad Dahlan Itu Keturunan Rasulullah
> Pak AR Salah Masuk Masjid, Diundang Ceramah Muhammadiyah Malah Jadi Imam Tarawih di Masjid NU
> Humor Gus Dur: Yang Bilang NU dan Muhammadiyah Berjauhan Hanya Cari Perkara, Yang Dipelajari Sama
> Humor Cak Nun: Soal Rokok Muhammadiyah Terbelah Jadi Dua Mahzab
.
Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.