Bung Tomo, Orator Pertempuran 10 November Itu Meninggal Saat Wukuf di Arafah
KURUSETRA -- Salam Sedulur... Sepuluh November 1945 menjadi waktu yang tidak bisa dilupakan bangsa ini di mana pertempuran luar biasa di Surabaya melawan pasukan NICA. Satu sederet pahlawan yang jadi tulang punggung pertempuran tersebut adalah Sutomo, atau kita akrab memanggilnya Bung Tomo.
Putra asli Surabaya ini berusia 25 tahun saat tahun 1945. Ketika itu jiwa mudanya yang sedang bergejolak menjadi pendorong, pembangkit, penyemangat, dan penggerak perjuangan. Kelan 10 November diabadikan sebagai Hari Pahlawan.
BACA JUGA: Humor Gus Dur: Saya Jadi Presiden Modal Dengkul, Itu Juga Dengkul Amien Rais
Usai mendapatkan restu petinggi militer Jawa Timur, Moestopo, Bung Tomo pada 12 Oktober 1945 membentuk Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia (BPRI). Moestopo menilai Bung Tomo mempunyai bakat dalam agitasi dan propaganda hingga sebuah pemancar radio bekas diwariskan kepada Bung Tomo.
Dari warisan tersebut, Bung Tomo membentuk Radio Pemberontakan. Mengudaranya Radio Pemberontakan membuat orasi Bung Tomo terdengar tak hanya di Kota Surabaya, tetapi hingga ke kota-kota sekitar. Sepekan setelah itu, RRI Surabaya, Malang, Solo, dan Yogyakarta merelay orasi Bung Tomo setiap pukul 17.30. Pendengarnya pun terus bertambah.
BACA JUGA: Cak Nun: Apakah Rasulullah Pernah Mengajarkan Tembang Tolak Bala?
Allahu Akbar... Allahu Akbar... kalimat takbir menjadi kalimat pembuka dan penutup Bung Tomo di setiap orasinya. Orasinya mampu membakar semangat juang, sehingga banyak orang menilai dia adalah seorang orator dan agigator ulung.
Puncak orasinya adalah ketika perang 10 November 1945 di Yogyakarta. Bung Tomo dengan orasinya menjadi legenda.
Lima tahun setelah itu, tepatnya 20 Mei 1950, Bung Tomo banting stir ke dunia politik dengan Partai Rakyat Indonesia. Bahkan di era Perdana Menteri Burhanuddin Harahap, ia menjadi Menteri Negara Urusan Bekas Pejuang Bersenjata/Veteran dan Menteri Sosial adinterim.
BACA JUGA: Cak Nun: Buzzer-Buzzer akan Kualat dan Kena Karma
Kabinet yang hanya berumur tujuh bulan (Agustus 1955 – Maret 1956) itu berhasil menyelenggarakan Pemilu pertama di Indonesia secara langsung, bebas, adil, dan rahasia. Setelah Pemilu, Bun Tomo terpilih menjadi anggota DPR dan Konstituante.
Karakter Bung Tomo yang kritis membuatnya tak segan melontarkan kritik kepada Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto. Di era Orde Baru, Bung Tomo sempat dijebloskan dalam tahanan di Nirbaya, Jakarta selama setahun.
BACA JUGA: Humor Gus Dur: Rokok Memendekkan Umur, Tapi Kalo Gak Merokok Besok Saya Bisa Mati
Pada 1981 Bung Tomo bersama isterinya, Sulistina dan dua puterinya, berangkat ibadah haji. Ia berangkat dari Indonesia ke Tanah Suci pada September 1981.
Namun, pada 3 Oktober 1981, ulang tahun kelahirannya ke-61, Bung Tomo sakit tak sadarkan diri. Ia lalu dilarikan ke Rumah Sakit Kerajaan Arab Saudi. Dokter menyebut Bung Tomo terkena komplikasi hidrasi dan stroke.
BACA JUGA: Kampung Pecah Kulit: Belanda Eksekusi Mati Orang Jerman, Tubuhnya Ditarik Delapan Kuda.
Dua hari sempat tak sadarkan diri, Bung Tomo siuman di hari ketiga. Dua hari berikutnya adalah hari wukuf di Arafah yang mesti ditunaikan bagi siapa pun yang berhaji dan tidak bisa diwakilkan. Ia memilih berangkat wukuf di Arafah pada 9 Dzulhijjah.
Bung Tomo pun ditandu ke Arafah. Hingga Allah memanggilnya dengan indah. Bung Tomo meninggal dunia ketika melaksanakan wukuf di Arafah.
Jenazah Bung Tomo sempat dimakamkan di Tanah Suci. Namun, atas ikhtiar keluarga almarhum, diwakili Bambang Sulistomo (putera kedua), kerangka jenazah Bung Tomo dipindahkan dari Tanah Suci ke Tanah Air.
BACA JUGA: Humor Gus Dur: Lap Gelas Pakai Celana Dalam, Aduk Kopi Pakai Sikat Gigi
Fatwa MUI dan bantuan diplomasi dari Departemen Luar Negeri memudahkan urusan pemindahan. Keberangkatan Bambang Sulistomo bersama dua dokter ahli forensik dari Jakarta ke Mekkah berhasil.
Para petugas yang menguburkan waktu itu pun bisa ditemukan. Dalam mengidentifikasi jenazah Bung Tomo tidak mengalami kesulitan dan ditemukan. Dengan pesawat Hercules TNI, jenazahnya diterbangkan ke Tanah Air. Keluarga sepakat, jenazahnya dimakamkan di Ngagel Rejo, Jl Bung Tomo, Surabaya. Bung Tomo pun ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada 2008.
BACA JUGA:
Humor Gus Dur: Dimaki Bodoh, Tukang Becak Bilang Kalau Bisa Baca Sudah Jadi Polisi Humor Gus Dur: Sebelum Dipecat MPR, Saya Disuruh Mundur, Maju Saja Masih Dituntun
Humor Gus Dur: Ziarah ke Orang Mati Lebih Baik karena Gak Mungkin Nipu
TONTON VIDEO PILIHAN UNTUK ANDA:
.
Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Anda juga bisa berpartisipasi mengisi konten di KURUSETRA dengan mengirimkan tulisan, foto, infografis, atau pun video. Kirim tulisan Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.