Home > Sejarah

Huru-Hara Sea Games Kamboja dan Cerita Jagoan Silat Indonesia Lawan Penjajah Jepang dan Belanda

Di era penjajahan, Belanda dan Jepang mewaspadai para pendekat silat Indonesia.
 Pesilat Indonesia Safira Dwi Meilani akhirnya merebut emas untuk cabang olahraga (cabor) pencak silat nomor tanding putri kelas B, pada SEA Games 2023 Kamboja, Rabu (10/5/2023)
Pesilat Indonesia Safira Dwi Meilani akhirnya merebut emas untuk cabang olahraga (cabor) pencak silat nomor tanding putri kelas B, pada SEA Games 2023 Kamboja, Rabu (10/5/2023)

CERITA ABAH: Artikel ini adalah warisan berupa tuturan dari sejarawan sekaligus wartawan senior (Almarhum) Alwi Shahab kepada kami dan kami tulis ulang. Selamat Menikmati.

KURUSETRA -- Salam Sedulur... Tim nasional pencak silat Indonesia keluar sebagai juara umum pada cabang olahraga bela diri pencak silat yang dipertandingkan di SEA Games 2023 Kamboja, Rabu (10/5/2023). Manajer Timnas Pencak Silat Indonesia, Wahyo Yuniartoto mengatakan, dengan hasil tersebut target juara umum di pencak silat bisa tercapai. "Ini semua berkat doa masyarakat Indonesia, berkat izin Yang Di Atas, pencak silat Indonesia menjadi juara umum," kata Wahyo Yuniartoto saat ditemui di Chroy Changvar Convention Center Phnom Penh, Rabu.

Prestasi Timnas Pencak Silat Indonesia menutupi huru-hara dalam pelaksanaan SEA Games 2023 Kamboja yang dinilai banyak pihak banyak melahirkan kontroversi. Sejumlah "kecurangan" yang dilakukan tuan rumah pun menjadi sorotan publik pecinta olahraga Asia Tenggara (ASEAN). Di cabang pencak silat sendiri sempat menjadi sorotan tentang Non Sromoachkroham, atlet pencak silat Kamboja yang meraih medali emas tanpa perlu tanding. Di partai final nomor Men's Tanding U-45 kg, Non Sromoachkroham seharusnya menghadapi pesilat Indonesia Bayu Lesmana. Namun Bayu diputuskan kalah WO setelah tidak kunjung hadir sehingga medali emas menjadi milik tuan rumah Kamboja.

.

BACA JUGA: 10 Bukti Jika Candi Borobudur Dibangun Nabi Sulaiman, Fakta atau Klaim Semata?

Bicara pencak silat, orang Betawi adalah salah satu suku yang paling ngelotok. Sebab menguasai main pukulan adalah suatu kemustian apalagi sejak tempo dulu hampir di tiap kampung terdapat pendekar silat yang disegani karena keahilannya dan tingkah laku yang terpuji.

Para pendekat tersebut menggunakan ilmu bela dirinya untuk amar ma’fur nahi munkar mengajar manusia ke jalan kebaikan dan mencegah kezaliman. Jauh dari tingkah laku para preman sekarang, yang main palak dan peres dengan kejamnya.

BACA JUGA: Nama Kota Tua Diganti Jadi Batavia: Ini Pintu Kecil Menuju Benteng Batavia Zaman Belanda

Contohnya adalah sosok Sabeni, pendekar silat Tanah Abang, yang lahir akhir abad ke-19 dan meninggal menjelang proklamasi kemerdekaan (1945). Di masa penjajahan Jepang ada peristiwa menarik yang dialami Sabeni. Jepang yang sedang berperang melawan Sekutu di Perang Dunia II memerlukan pemuda-pemuda untuk dijadikan Heiho, semacam tenaga sukarelawan untuk membantu para prajurit Jepang.

Salah satu putra Sabeni, bernama Sapi’i, yang masih belia seperti juga pemuda lainnya, diwajibkan menjadi Heiho. Ia pun ditempatkan di Surabaya. Lantaran tidak tahan menghadapi perlakuan tentara Dai Nippon, Sapi’ie minggat dari Surabaya dan ngumpet di rumah orang tuanya.

Tentu saja Kempetai, Polisi Rahasia Jepang tidak tinggal diam dan terus mencari keberadaannya. Karena Sapi’ie tidak juga tertangkap, Kempetai menahan Sabeni sebagai jaminan.

BACA JUGA: Mengapa Soekarno Ngotot Ingin Membangun Monas?

Kampetai Jepang pun mengajak Sabeni duel...

× Image