Mengapa di Belanda Larang Orang Indonesia Belajar Pencak Silat?
CERITA ABAH: Artikel ini adalah warisan berupa tuturan dari sejarawan sekaligus wartawan senior (Almarhum) Alwi Shahab kepada kami dan kami tulis ulang. Selamat Menikmati.
KURUSETRA -- Salam Sedulur... Di Kampung Kwitang, Jakarta Pusat, dekat Masjelis Taklim Habib Ali, juga terdapat seorang jago silat bernama Muhammad Djaelani, yang dikenal dengan nama singkat Mad Djelani. Dia pernah dihukum seumur hidup oleh Belanda karena sekitar 1940-an ia membunuh seorang konsul Jepang di Batavia,
Konsul Jepang itu dibunuh Mad Djaelani karena disangkanya seorang Cina kaki tangan Belanda. Mad Djaelani dibebaskan oleh Barisan Pelopor pada masa revolusi fisik.
BACA JUGA: Sabeni, Pendekar Tanah Abang yang Disegani Kampetai Jepang
Salah seorang cucunya, H Zakaria, mewarisi ilmu silatnya, Mustika Kwitang. Pada tahun 1960-an, pasukan pengawal Presiden Soekarno, Tjakrabirawa, mendatangkan suhu (guru besar) karate dari Jepang, Prof Nakagama, yang telah mendapat predikat Dan 7, disertai mahaguru karate dari AS, Donn F Dragen. Zakaria, pemuda kelahiran Kwitang, itu diminta untuk memperlihatkan tehnik bermain silat kepada kedua mahaguru karate tersebut.
Zakaria, yang kala itu masih muda, dengan lihainya memperagakan jurus-jurus bermain senjata dan memecahkan batu dengan menggunakan pergelangan tangan. Jago silat Kwitang ini juga menunjukkan kemahirannya memainkan senjata tajam dengan kecepatan tinggi. Atraksi ini mengundang kekaguman master karate Jepang.
BACA JUGA: Seberapa Kaya Kesultanan Banten, Sampai Mampu Bikin Bangsa Eropa Berdatangan