Kata Ente Ane dalam Budaya Betawi yang Viral Gara-Gara Jindan Penantang Pesulap Merah
Memang, karena sejak zaman kompeni Jakarta selalu dibanjiri pendatang, dan segalanya ada di kota ini, menyebabkan orang Betawi enggan merantau. Kalau pendatang tidak sukses di Betawi pulang kampung malu, tidak demikian bagi orang Betawi. Namanya di kampung sendiri, bisa pergi ke kerabat yang agak mampu. Minta sedikit bantuan dan bisa nyambung hidup. Hal itu terjadi karena warga Betawi punya kekerabatan yang kental.
Akibat Jakarta selama ratusan tahun jadi pusat pemerintahan, dan segala-galanya di mulai di sini, setidaknya membuat orang Betawi tidak minder. ”Kite warga Betawi yang lebih dulu liat trem, kereta-api, mobil, dan kapal terbang,” kata Bang Amat, mencoba membanggakan diri.
”Sepaye-payenye orang Betawi, tidak ada yang jadi tukang becak, jadi gembel, jadi WTS juga tidak ade,” tambahnya. Atau seperti yang dikatakan Bang Mamid yang lagi nongkrong jualan soto. Sambil tangannya menunjuk pada mobil Baby Benz yang lewat berkata : ”Biar die naek Mercy, tapi gue lebih kaya. Gini-gini gue enggak cari makan di tempat laen.”
Namun jangan dikira kehidupan orang Betawi tidak berat. Kalau ada yang mengatakan hidup di Jakarta berat dan penuh tantangan, menurut Ridwan Saidi, warga Betawi merasa lebih berat lagi.
Mereka menghadapi pukulan bertubi-tubi, sejak masa VOC, zaman Jepang, Orla, dan Orba. Tapi, pukulan-pukulan itu mereka alihkan dengan humor agar tidak stres. Karenanya humor bagi orang Betawi tidak pernah pudar dalam situasi dan kondisi bagaimana pun.
Menurut Irwan Sjafi’ie, ini karena kentalnya orang Betawi memegang teguh agama. Itulah yang membuat mereka tidak iri hati terhadap pendatang yang sukses di kotanya. Mereka dilarang untuk berprasangka buruk. Dalam ihwal humor, ketika Bang Doel menasihati istrinya yang lagi terbaring karena darah tinggi, tidak lupa menyelipkan unsur itu.
”Jangan lupe Ram, bangsa makanan yang berminyak lu jauhin. Apalagi minyak oli, jangan. Buat sementara makan aje rebusan, jangan yang digoreng.”
Tentu saja Ramelah, istrinya, nyap-nyap. Lu kire gue motor bejat pake minum oli segale. ”Eh iye, gue telepasan ngomong,” jawab sang suami.