Sejak Zaman Kolonial, Belanda Jauhi Orang Tionghoa dari Islam
CERITA ABAH: Artikel ini adalah warisan berupa tuturan dari sejarawan sekaligus wartawan senior (Almarhum) Alwi Shahab kepada kami dan kami tulis ulang. Selamat Menikmati.
KURUSETRA -- Salam Sedulur... Pada 2001, warga Tionghoa yang masuk Islam, menurut Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) mulai meningkat, terutama sejak masuknya sejumlah konglomerat mereka. Namun 20 tahun lalu itu jumlahnya masih sangat sedikit dibandingkan yang memeluk agama lain. Sebagai contoh, H Yunus Yahya, pendiri PITI, menyebutkan sejak Perang Dunia II, dua juta keturunan Tionghoa di Indonesia masuk Kristen.
Drs H Alifuddin el Islamy, seorang juru dakwah dari keturunan Tionghoa, optimistis di masa mendatang lebih banyak lagi keturunan Tionghoa di Indonesia memeluk Islam. Terutama generasi mudanya.
BACA JUGA: Humor Gus Dur: PKB Kalah di Madura Gara-Gara Jurkam Bilang Pilih PeKabeh, P Semua (PPP)
Keengganan masyarakat Tionghoa memeluk Islam, menurut dai yang sering muncul di televisi ini, akibat politik kolonial Belanda. Sejak awal penjajahan, Belanda mengadakan politik ‘divide et empera’. Dengan memisahkan keturunan Tionghoa dan pribumi, termasuk memberikan kemudahan dan membedakan status sosial mereka.
Seperti dikemukakan Dr Mona Lahonda, pengajar jurusan sejarah UI dan peneliti di Arsip Nasional, sejak awal abad ke-17 sudah banyak para hwakiau (perantau Cina) yang bermigrasi ke Indonesia. Di antara para imigran awal ini termasuk Jan Con (baca: Yang Kong), yang nama Hokiennya adalah Gouw Tjau. Dia adalah seorang Muslim.
BACA JUGA: Download WhatsApp GB (WA GB) Versi Terbaru Agustus 2022: Mudah, Cepat, dan Anti-banned
Jan Con datang di Batavia bersama sekitar 200 orang keturunan Cina dari Banten. Pimpinan rombongan adalah Souw Beng Kong atau Bencon yang kemudian diangkat oleh Gubernur Jenderal JP Coen sebagai kapiten Cina pertama di Batavia.