Pangeran Alibasah dari Cirebon Kobarkan Perang Lawan Tuan Tanah Zalim di Tambun Hingga Citayam
KURUSETRA -- Salam Sedulur... Pada zaman Belanda, Tambun merupakan salah satu desa dari sekian banyak tanah partikelir yang bertebaran di Bekasi, Jawa Barat. Penduduk Bekasi yang kini berjumlah lebih dari dua juta jiwa, pada tahun 1868 diperkirakanu hanya 70 ribu jiwa terdiri dari 68 ribu pribumi, 4.601 Cina, 25 Arab dan 11 Belanda.
Kebanyakan pribumi yang berdiam di Bekasi bukan penduduk asli. Mereka mulai didatangkan dari Cirebon sejak 1823-1824, ketika dua orang pengusaha membuka pabrik gula di Karang Cengok. Pemilik tanah partikelir di Tambun adalah seorang Cina.
BACA JUGA: Banjir Darah di Batavia Usai Tentara VOC Bantai 10 Ribu Orang China dari Balita Hingga Manula
Seperti halnya di semua tanah partikelir, di Tambun para petani tidak jarang mengalami tindakan tidak adil dari pihak tuan tanah. Kerbau penduduk sering dicuri tuan tanah dan dimasukkan ke dalam kandangnya sendiri di Kedung Gedeh untuk dijual.
Selain itu, pemerasan tidak jarang dilakukan dan penduduk yang tidak dapat membayar utangnya pada saatnya terpaksa harus melepaskan kerbaunya. Praktek lain yang meresahkan penduduk adalah contingenten semacam pajak panen yang selalu dipungut melebihi ketentuan. Malah tidak jarang sekitar 50 persen dari hasil panen menjadi milik tuan tanah.
BACA JUGA: Demi Uang Perjaka Batavia Tergoda Janda-Janda Pejabat Belanda, Orang China Sewa PSK di Mangga Dua
Namun sumber perjuangan melawan para tuan tanah zalim bukan di Tambun, tapi di Citayem, Depok, Jawa Barat, dan berkaitan dengan upaya merebut tanah-tanah partikelir dari para tuan tanah. Pemimpinnya adalah seorang petualang yang dikenal dengan nama Bapak Rama, berasal dari Cirebon dan lama berdiam di Leuwicatang.
Dalam pandangan Bapak Rama, tanah-tanah partikelir... baca di halaman selanjutnya...