Home > Legenda

Misteri Mata Air yang tak Pernah Kering di Kampung Karet Belakang Setiabudi, Konon Sarang Kuntilanak

Pada 1950-an, Setiabudi dikenal sebagai tempat mangkalnya waria dan PSK kelas bawah.
Ilustrasi Jakarta tahun 1950. Di Kelurahan Setiabudi dulunya terdapat sebuah mata air yang tidak pernah kering dan berada di tengah-tengah empang yang dikelilingi hutan bambu. Masyarakat saat itu percaya jika tempat tersebut adalah sarangnya kuntilanak. Foto: IST.
Ilustrasi Jakarta tahun 1950. Di Kelurahan Setiabudi dulunya terdapat sebuah mata air yang tidak pernah kering dan berada di tengah-tengah empang yang dikelilingi hutan bambu. Masyarakat saat itu percaya jika tempat tersebut adalah sarangnya kuntilanak. Foto: IST.

KURUSETRA -- Salam Sedulur... Jakarta tidak lepas dari cerita mitos dan legenda. Sebagai wilayah yang dulunya adalah hutan belantara, sejumlah tempat menyisakan cerita misteri yang belum terungkap. Seperti di wilayah Setiabudi, tepatnya di Kampung Karet Belakang atau biasa dijuliki Karbela, terdapat sebuah mata air yang tidak pernah kering. Mata air itu dulunya di tengah-tengah empang yang luas dengan dikelilingi hutan bambu. Tak heran warga sekitar menyebutnya sebagai sarang kuntilanak.

Penelusuran tentang angkernya lokasi sekitar mata air itu disampaikan almarhum Alwi Shahab, sejarawan Jakarta dalam sebuah tulisannya tentang asal usul dan sejarah wilayah Setiabudi. Tulisan ini kami angkat menyusul ramainya kawasan SCBD yang menjadi pembicaraan lantaran diserbu remaja Citayam dan sekitarnya yang menggelar Citayam Fashion Week.

BACA JUGA: Sejarah SCBD: Dari Peternakan Sapi, Kawasan Perkantoran Elite, Kini Jadi Citayam Fashion Week

Nama Setiabudi memiliki arti tersendiri. Ketika hendak dibangun SMA 3 dan kavling-kavling (perumahan) awal tahunm 1950-an, masyarakat Betawi mengikhlaskan rumahnya digusur. Mereka, oleh seorang pimpinan DKI (masih DCI) Jakarta, lantas dijuluki sebagai rakyat yang setia dan berbudi (setiabudi).

Jl Halimun dan Jl Kawi di Kelurahan Guntur, seperti juga daerah Kuningan lainnya, kini telah disulap menjadi hutan beton. Jalan Halimun, pada 1950-1960-an merupakan kawasan pelacuran kelas bawah di Jakarta. Sekarang ini banyak yang mangkal di sekitar Jl Sultan Agung, di pinggir jalan kereta api Jl Latuharhari, bersama para waria yang mangkal hingga subuh.

× Image