Gara-Gara Ditipu Calo, Banyak Umat Islam Naik Haji Hanya Sampai Singapura
KURUSETRA -- Salam Sedulur... Pada abad ke-18 dan 19, gairah umat Islam Nusantara pergi haji sudah membuncah. Walaupun Pemerintah Hindia Belanda dengan segala tipu daya mencoba menghentikan jumlah umat Islam yang ingin pergi ke Tanah Suci. Penyebabnya apalagi kalau bukan ketakutan kehilangan eksistensi kolonialnya di negeri jajahan.
Di era itu, banyak cara untuk pergi haji. Salah satunya lewat Singapura. Cukup banyak jamaah Indonesia yang bertolak ke Tanah Suci melalui Singapura. Yang tinggal di Pulau Jawa, berangkat melalui dua pelabuhan, Batavia dan Surabaya. Setelah beristirahat beberapa lama di Singapura, barulah ke Jeddah.
BACA JUGA: Humor Gus Dur: Kecelakaan Mobil, Penumpang Gegar Otak Kecuali Pak Menteri, Ternyata Gak Ada Otaknya
Dahulu memang pergi haji perlu waktu berbulan-bulan, bahkan ada kalanya hitungan tahun. Kalau sekarang mah dengan pesawat ditempuh hanya sembilan jam. Naik haji dengan kapal uap baru dimulai 1920, sebelumnya, kapal layar harus singgah di banyak pelabuhan.
Bahkan, dengan kapal uap, pergi haji perlu waktu tiga-empat bulan baru kembali ke Tanah Air. Ini termasuk perjalanan Jakarta–Jeddah pulang pergi. Saat telekomunikasi masih minim, keluarga di Tanah Air tidak memperolah kabar bagaimana keadaan kerabatnya di Tanah Suci.
BACA JUGA: Kemarahan Soekarno Memuncak: Separuh Kekayaan Singapura Berasal dari Kerja Keras Rakyat Sumatra