Home > Sejarah

Tidak Ada Istilah Darah Biru atau Keluarga Ningrat di Muhammadiyah

Muhammadiyah tidak mengkultuskan orang, baik yang sudah meninggal atau yang masih hidup.
 KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. Di dalam tradisi Muhammadiyah tidak dikenal sebagai keturunan ningrat alias darah biru. Foto: Kemendikbud.
KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. Di dalam tradisi Muhammadiyah tidak dikenal sebagai keturunan ningrat alias darah biru. Foto: Kemendikbud.

KURUSETRA -- Salam Sedulur... PP Muhammadiyah dikenal sebagai ormas pembaharuan. Pendirinya adalah para kiai. Namun, di dalam Muhammadiyah tidak mengenal istilah keluarga ningrat atau darah biru, karena hanya kader yang berilmu saja yang bisa menjadi ulama di Muhammadiyah.

Sejak awal berdiri, Muhammadiyah tidak mengkultuskan orang, baik yang sudah meninggal atau yang masih hidup. Bahkan, pendirinya KH Ahmad Dahlan tidak diberi gelar berlebihan, tidak dikultuskan, dan tidak dikeramatkan makamnya, atau menjadikannya sebagai wasilah doa. Semua itu sebagai bentuk ketaatan warga Muhammadiyah kepada ajaran Rasulullah yang sepanjang hidupnya tidak melakukan hal-hal tersebut.

BACA JUGA: Mengapa Jumlah Kiai di Muhammadiyah Terus Turun?

Selain itu, Muhammadiyah tidak mengenal "darah biru", atau golongan masyarakat yang memiliki pertalian darah dengan orang penting di Muhammadiyah. Jika beberapa organisasi lain, keberadaan "darah biru" terkadang penting untuk menjadi legitimasi kepemimpinan, di Muhammadiyah hal tersebut tidak berlaku.

Karena, untuk menjadi seorang pendakwah atau ulama Muhammadiyah harus memiliki kapabilitas keilmuan formal agar standardisasi keilmuan ulama Muhammadiyah terukur. Pakem ini membuat tidak semua orang yang memiliki pertalian darah dengan pendiri Muhammadiyah otomatis menjadi ulama, atau semua lulusan pondok pesantren langsung menjadi ulama.

BACA JUGA: Humor Gus: Cinta Sejati Seperti Tarawih Mampu Bertahan Sampai 23 Rakaat, Tapi Mas Saya Muhammadiyah

Para ulama Muhammadiyah biasanya memiliki gelar akademik minimal jenjang studi S1 pada bidang agama Islam. Namun semua itu bukan menjadi syarat mutlak, karena KH Abdur Rozaq Fachruddin atau yang lebih dikenal sebagai Pak AR, Ketua Umum PP Muhammadiyah terlama dari 1968 sampai 1990 tidak memiliki gelar akademik mentereng. Meski tidak memiliki gelar akademik, Pak AR menjadi dosen di Universitas Sultan Agung (Unisula). (Baca Kisahnya: Pak AR Ingin Daftar Jadi Mahasiswa Malah Diminta Jadi Dosen Agama Islam).

× Image