Home > Sejarah

Wali Songo Dakwah Gunakan Wayang dan Gamelan, Keturunan Hadramaut Pakai Musik Gambus

Orkes gambus membawakan lagu-lagu bersyair bahasa Arab, berisi ajakan beriman dan bertakwa kepada Allah dan mengikuti teladan Rasulullah.
Wali songo berdakwah dengan wayang dan gamelan, keturunan Hadramaut menggunakan perantara musik gambus.
Wali songo berdakwah dengan wayang dan gamelan, keturunan Hadramaut menggunakan perantara musik gambus.

CERITA ABAH: Artikel ini adalah warisan berupa tuturan dari sejarawan sekaligus wartawan senior (Almarhum) Alwi Shahab kepada kami dan kami tulis ulang. Selamat Menikmati.

KURUSETRA -- Salam Sedulur... Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menetapkan 22 Juni sebagai HUT Jakarta karena pada tanggal itu dipercaya sebagai waktu pasukan Islam di bawah pimpinan Falatehan menghalau armada Portugis dari bandar Sunda Kalapa. Namun, orang Belanda merayakan ulang tahun Batavia setiap tanggal 30 Mei, karena pada 30 Mei 1619, Gubernur Jenderal JP Coen menaklukkan Jayakarta. Saat itulah mulai bercokol penjajahan di Nusantara yang berlangsung selama 3,5 abad.

Berbicara Jakarta, tidak afdol rasanya jika tak membicarakan penduduk Betawi yang merupakan perpaduan dari berbagai etnis dan budaya. Konon tidak kurang 300 etnis dan bangsa berbaur dengan damai di kota yang kini berpenduduk lebih 10 juta itu. Ada Melayu, Jawa, Sunda, Padang, Batak, Bugis, Cina, Arab, India, dan masih banyak lagi. Sehari-hari mereka bergaul, saling menghormati dan membantu.

BACA JUGA: Habib Ali Kwitang Tolak Perintah Kaisar Jepang Membungkuk kepada Matahari

Tidak heran kalau kesenian Betawi sangat beragam. Seperti kesenian sambrah yang berasal dari Arab. Sambrah berasal dari kata bahasa Arab, samarokh, yang artinya berkumpul atau pesta.

Kata samarokh oleh orang Betawi diucapkan menjadi sambrah. Dalam kesenian Betawi, sambrah menjadi jenis kesenian musik atau orkes sambrah dan tonil sambrah. Orkes atau tonil ini biasa pentas di tempat orang berkumpul dan memeriahkan pesta.

BACA JUGA: Fatwa Gus Dur untuk Dorce yang Bertanya Soal Status Kelaminnya

Tonil sambrah dikembangkan dari teater bangsawan dan komedi stambul. Kata stambul berasal dari Istambul, pusat kegiatan Islam pada masa dinasmi Usmani. Tonil sambrah sudah muncul di Betawi sekitar 1918.

Tonil termasuk kesenian yang komplit. Dalam pentasnya tergabung seni musik, pantun, tari, lawak, dan lakon. Sayangnya, pada 1940-an tonil sambrah menghilang.

Baru pada 1950-an muncul kembali, tetapi namanya menjadi orkes harmonian. Sesudah masa itu, perannya digantikan oleh orkes melayu yang kini menjadi dangdut.

BACA JUGA: Humor Gus Dur: Kiai Wahab Tabrakan karena Ngerem Motornya Pakai Kaki

Berasal dari Timur Tengah, orkes gambus dulu dikenal dengan sebutan irama padang pasir. Pada tahun 1940-an, orkes gambus menjadi tontonan yang disenangi.

Bagi orang Betawi, tanpa nanggap gambus pada pesta perkawinan dan khitanan terasa kurang sempurna. Orkes ini sudah ada di Betawi sejak abad ke-19 ketika banyak imigran dari Hadramaut (Yaman) datang ke Betawi. Kalau para wali songo menggunakan wayang dan gamelan sebagai sarana dakwah, imigran Hadramaut menggunakan gambus.

Awalnya, orkes gambus membawakan lagu-lagu bersyair bahasa Arab, berisi ajakan beriman dan bertakwa kepada Allah dan mengikuti teladan Rasulullah. Kemudian gambus berkembang menjadi hiburan.

BACA JUGA: Humor Gus Dur: Kiai Wahab Tabrakan karena Ngerem Motornya Pakai Kaki

Sekarang ini, pesta-pesta keturunan Arab banyak menghadirkan kembali gambus. Sementara para hadirin hanyut dalam pesta zapin menggerak-gerakkan badan seperti layaknya berjoget.

Berkembangnya orkes gambus tidak dapat dipisahkan dari peran Syech Albar, yang lagu-lagunya dikenal bukan hanya di Indonesia tapi juga di Timur Tengah. Syech Albar adalah ayah pemusik rock Ahmad Albar, dan ayah dari Fachri Albar, pemain film dan sinetron terkenal.

Sampai 1940-an, lagu gambus masih berorintasi ke Yaman. Sejak berdirinya bioskop Alhambra (kini jadi pertokoan), yang memutar film-filmn Mesir, gambus beralih ke irama negeri Sungai Nil.

BACA JUGA: Fatwa Gus Dur untuk Dorce yang Bertanya Soal Status Kelaminnya

Jauh sebelum JP Coen menguasai Batavia, warga Cina sudah tinggal di kota ini. Gambang kromong dan cokek adalah salah satu kesenian Cina yang berasal dari negeri leluhur dan masih berjaya hingga saat ini.

Baru-baru ini di Tangerang diselenggarakan pesta pehcun (hari keseratus Imlek). Menggambarkan meriahnya pehcun di Kali Angke, seniman Betawi, Ridwan Saidi, menceritakan ratusan perahu dan sampan berweliweran dihiasi ribuan lampion warna-warni sehingga suasana malam menjadi terang benderang. Orkes gambang keromong dan cokek, suatu kesenian Cina yang terkenal kala itu, mengiringinya.

Di tangan almarhum Benyamin Sueb, musik dan lagu-lagu gambang keromong menjadi sangat populer. Nama gambang keromong diambil dari nama alat musik yaitu gambang dan kromong.

BACA JUGA: Humor Cak Lontong: Indonesia dan NU Lahir Sama-Sama Ba'da Isya

Mulanya orkes gambang keromong merupakan kegiatan masyarakat Cina saja. Setelah pemberontakan Cina 1740, karena dikejar-kejar Belanda, mereka melarikan diri ke berbagai tempat di Jakarta dan berbaur dengan masyarakat. Maka, bermain musik gambang kromong dan cokek diikuti oleh warga Betawi.

Sampai 1960-an, warga Cina kalau hajatan selalu memanggil orkes gambang keromong. Disertai belasan penari cokek yang ngibing dengan membawa selendang yang diletakkan para tauke.

Sementara, sambil ngibing, sang tauke diberi minuman memabukkan hingga teler. Kemudian, ia memberikan uang pada si penari yang dimasukkan ke bagian dadanya.

BACA JUGA: Gus Baha: Suara Dangdutan Saja Boleh Kencang, Kenapa Kalimat Zikir Gak Boleh Keras-Keras?

Belanda pada abad ke-17 menjadikan daerah Tugu, Cilincing, Jakarta Utara, sebagai tempat pemukiman orang Portugis setelah mereka ditaklukkan dari Malaka, Malaysia. Keturunan Portugis ini melahirkan Keroncong Tugu.

Pengaruh Portugis dapat diketahui dari jenis irama lagunya. Misalnya, moresko, frounga, kafrinyo, dan nina bobo. Dari irama lagu moresko kemudian lahir Keroncong Moresko.

Sampai kini keroncong yang sudah berusia hampir empat abad di Indonesia itu masih memiliki banyak penggemar. Tentunya masih banyak lagi kesenian Betawi yang merupakan hasil percampuran budaya antar-etnis dan bangsa.

BACA JUGA:
Humor Gus Dur: Yang Pendendam Itu Unta Bukan Manusia

Humor Gus Dur: Ratusan Orang NU Jadi Muhammadiyah karena Sholat Tarawih

Sujiwo Tejo: Yang Belain Wayang Mungkin Hanya Ingin Gaduh

TONTON VIDEO PILIHAN UNTUK ANDA:

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Anda juga bisa berpartisipasi mengisi konten di KURUSETRA dengan mengirimkan tulisan, foto, infografis, atau pun video. Kirim tulisan Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.

× Image