Home > Sejarah

Sejarah Tanah Abang, Wilayah Kekuasaan Hercules

Tanah Abang abad ke-19 adalah daerah perkebunan yang menghasilkan gula dalam jumlah besar, kayu jati, minyak kacang, jahe, minyak melati, dan kelapa.
Tanah Abang abad ke-19.
Tanah Abang abad ke-19.

KURUSETRA -- Salam Sedulur... Penguasa keamanan Pasar Tanah Abang, Rosario de Marshall atau Hercules dikabarkan menjadi tenaga ahli di Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik DKI Perumda Pasar Jaya dan telah melalui uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test). Pasar Tanah Abang adalah salah satu pasar tertua yang usianya pada Agustus mendatang berusia 287 tahun. Pasar yang dulunya merupakan daerah perbukitan dan rawa-rawa itu diresmikan 1735 bersama dengan saudara kembarnya Pasar Senen.

Tanah Abang yang oleh lidah Betawi disebut Tenabang, dimulai bersamaan dengan perluasan Kota Batavia ke arah selatan di abad ke-17. Dahulu pusat kota Batavia berada di Pasar Ikan, Jakarta Utara.

Perluasan tidak hanya ke arah selatan, tapi juga ke bagian timur mencapai Weltevreden (Senen), dan bagian barat dari Molenvliet (Jl Gajah Mada dan Jl Hayam Wuruk) sampai Rijswijk (Harmoni). Lewat batas itu kota Batavia masih hutan belantara, yang dijuluki "tempat jin buang anak".

BACA JUGA: Surabaya Saksi Bisu Raden Wijaya Raja Majapahit Bantai Pasukan Mongol

Ketika warga Arab mulai banyak bermukim di Tanah Abang, pasar ini menjual daging kambing yang menjadi kegemaran para imigran Hadramaut itu. Karena banyaknya pedagang kambing, pasar ini pun dalam sejarahnya yang hampir 300 tahun itu pernah dijuluki Pasar Kambing. Ini menunjukkan bahwa dahulunya pasar kambing menyatu dengan pasar Tanah Abang.

Ketika pasar diremajakan, para pedagang kambing yang umumnya warga Betawi sempat menghilang. Kemudian mereka ditempatkan di pinggir Kali Krukut, di belakang pasar.

Setidaknya para pedagang kambing di sana sudah turun temurun hingga tiga generasi. Namun kini para pedagang kambing tidak punya tempat khusus lagi. Akibatnya, sekarang mereka pating semrawut karena lokasinya yang terpencar-pencar.

BACA JUGA: Sunan Kalijaga Ciptakan Wayang, Sunan Ampel tak Ingin Islam Tercampur Budaya dan Tradisi

Ada yang menggelar kambing dagangannya di Jl Sabeni, di sepanjang Jl KH Mas Mansyur hingga Kali Malang, dan banyak juga yang berdagang di depan proyek PD Pasar Jaya. Padahal, sejak peremajaan pasar pada 1984, sudah ada kesepakatan akan disediakan tempat untuk para pedagang kambing.

Padahal para pedagang sejak turun-temurun sudah berdagang kambing di pasar ini yang keberadaannya tidak terlalu jauh dengan dibangunnya Pasar Tanah Abang. Bahkan mereka berdagang kambing sebelum zaman si Pitung.

Kalau sekarang kita harus bersusah payah memasuki pasar yang dibangun Yustinus Vink (1735), seorang anggota Dewan Hindia Belanda, tidak demikian pada saat-saat pasar tersebut mulai beroperasi. Setidaknya terlihat dari foto hasil jepreten Jacobus Anthonie Meessen (September 1867), memperlihatkan Jalan Fachruddin (masa Belanda bernama Tanah Abang Barat) terletak di pinggiran pasar yang dibangun bersamaan Pasar Senen. Tanah Abang, punya riwayat sejarah panjang.

BACA JUGA: Humor Gus Dur: Takut Intel, Kiai tak Berani Buka Kardus Komputer Berlabel Intel Inside

Bahkan beberapa tahun sebelum dibangunnya pasar, balatentara Mataram pimpinan Sultan Agung ketika menyerbu Batavia (1628) pasukannya bermarkas di Tanah Abang. Karena tanahnya merah (abang), askar-askar Mataram menyebutnya Tanah Abang, nama yang hingga kini masih tidak berubah.

Sementara Kapiten Cina kedua Phoa Beng Koan, yang memiliki perkebunan luas di Tanah Abang kemudian membangun kanal yang kini tersisa sebagai got besar. Dari kanal yang menyambung hingga Molenvliet (Harmoni), kapiten yang sangat tajir ini menyuplai hasil-hasil pertanian miliknya ke pusat kota (kala itu di sekitar Pasar Ikan, Jakarta Utara).

Tanah Abang kala itu menghasilkan gula dalam jumlah besar, kayu jati, minyak kacang, jahe, minyak melati, dan kelapa. Sampai sekarang di bekas perkebunan masih jadi nama kampung. Seperti Kebun Kacang, Kebun Jahe, Kebun Melati, dan Kebun Jati nama kampung yang menuju ke Jati Petamburan. Banyak orang Tionghoa tinggal di sekitar Tanah Abang setelah terjadi peristiwa pembantaian kejam terhadap mereka oleh kompeni yang berpusat di Glodok, Jakarta Barat.

BACA JUGA: Sejarah Blok M: Dari Tempat Nongkrong Anak Muda Hingga Lokasi Ustadz Khalid Berdakwah

Anthonie mengabadikan foto ini dari perempatan Jalan Abdul Muis dan Jl Kebon Sirih Raya. Di ujung di antara pepohonan yang rindang tampak Tanah Abang Bukit dan di sebelahnya (tidak tampak) adalah Pasar Tanah Abang. Dua buah sado yang memiliki cungkup untuk tempat kusir berteduh tampak tengah membawa dagangan dari pasar ke pusat kota (Pasar Ikan).

Mereka umumnya datang dari daerah Palmerah dan Kebayoran yang masih hutan. Di sado inilah si kusir harus bermalam selama perjalanannya yang memakan waktu berjam-jam. Saat itu listrik belum ada. Penerangan di jalan raya masih menggunakan lampu gas yang baru menyala menjelang malam. Belanda pada akhir abad ke-19 membangun pabrik gas di Gang Ketapang (kini Jl KH Zainul Arifin), yang hingga kini masih berfungsi.

TONTON VIDEO PILIHAN UNTUK ANDA:

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Anda juga bisa berpartisipasi mengisi konten di KURUSETRA dengan mengirimkan tulisan, foto, infografis, atau pun video. Kirim tulisan Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.

× Image