Meriam Si Jagur, Simbol Seks yang Dijadikan Benda Keramat
CERITA ABAH: Artikel ini adalah warisan berupa tuturan dari sejarawan sekaligus wartawan senior (Almarhum) Alwi Shahab kepada kami dan kami tulis ulang. Selamat Menikmati.
Di bagian kota lama yang dikenal sebagai Kota Inten, ketika itu terdapat meriam tua peninggalan Portugis yang dibawa Belanda dari Malaka ketika menaklukkan negeri ini. Entah bagaimana si jagur dianggap sebagai ‘keramat’ yang dipercaya memiliki kekuatan gaib. Tidak heran kalau meriam ini banyak ‘diziarahi’ orang, dengan membawa sesajen untuk mendapatkan berkah.
Di tempat itu, mereka minta agar diberi anak bagi pasangan yang belum memiliki keturunan. Ada pula orang tua yang meminta agar anak gadisnya mendapatkan jodoh.
BACA JUGA: Tegur Gus Miftah, Derry Sulaiman: Ustadz Khalid Dijadikan Wayang Itu Sudah Kurang Ajar
Tak kurang banyaknya para janda yang datang pada si jagur agar lekas kawin lagi. Pernah terjadi seorang ibu meminta agar putrinya yang sudah lama menikah diberi momongan. Setahun kemudian dia datang kembali. Tapi dengan marah-marah karena yang hamil adiknya yang belum menikah.
Melihat kemusrikan yang merajalela ini, Wali Kota Jakarta Sudiro periode 1 November 1953 sampai 25 Februari 1958 menggusur meriam tua tersebut. Kemudian menempatkannya di Museum Nasional, Medan Merdeka Barat.
BACA JUGA: Humor Gus Dur: Otak Orang Indonesia Paling Mahal karena Masih Baru Gak Pernah Dipakai
Setelah itu dipindahkan di halaman luar Museum Sejarah DKI Jakarta. Salah satu keistimewaan si jagur adalah: tangan mengepal dengan ibu jari di antara telunjuk dan jari tengah, merupakan simbol senggama. Tapi diartikan sebagai lambang kejantanan.
Meriam si jagur yang selama ratusan tahun pernah disembah kini ditempatkan di Museum Sejarah DKI Jl Fatahillah 1, Jakarta Barat. Sebelumnya diletakkan di bagian luar museum, tempat kerumunan pedagang kaki lima.
BACA JUGA: Buya Yahya: Yang Diharamkan Patung, Makanya Wayang Digepengkan Wali Songo
Rupanya si jagur sudah kagak angker lagi. Banyak pedagang yang mendudukinya, yang pada masa jayanya dianggap bisa kena ‘kualat’.
Kala itu, Sudiro sudah berencana untuk membangun rumah susun di bekas tempat kebakaran di Krekot Bunder, Sawah Besar, Jakarta Pusat. Tapi banyak yang tidak setuju, termasuk DPRD DKI. Dengan alasan: ‘Kalau penghuni di atas kencing, penghuni yang di bawah bisa basah’.
TONTON VIDEO PILIHAN UNTUK ANDA:
.
Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Anda juga bisa berpartisipasi mengisi konten di KURUSETRA dengan mengirimkan tulisan, foto, infografis, atau pun video. Kirim tulisan Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.