Anak 90-an Merapat, Akhirnya Sosok Kakek di Belakang Sampul Iqro Terungkap
KURUSETRA -- Salam Sedulur... Bagi anak-anak kelahiran 1980-19900-an, khususnya umat Muslim, ada sejumlah metode yang ditawarkan ketika belajar mengaji. Selain metode Qiroati, ada satu metode cepat belajar Alquran yang populer dari era 1990-an hingga sekarang, yakni Iqro. Nah bagi yang pernah belajar mendaras Iqro pasti sering melihat foto seorang kakek di bagian sampul belakang. Siapakah dia?
Buku Iqro’ tidak hanya terkenal di Indonesia, tapi juga populer di Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam. Dalam sampulnya, terdapat gambar seorang lelaki tua berkacamata dengan perawakan kurus memakai jas hitam dan peci. Foto beliau yang sedang memegang tongkat menjadi latar buku Iqro.
Beliau adalah KH As’ad Humam, penemu metode Iqro yang aktif di Muhammadiyah. Kiai asal Selokraman, Kotagede, Yogyakarta kelahiran tahun 1933 itu menyematkan nama ‘Humam’ yang merupakan nama ayahnya, Humam Siradj. Humam Siradj adalah pedagang sukses di pasar Bringharjo, Yogyakarta.
Dinukil dari situs resmi Muhammadiyah, Muhammadiyah.or.id, sebagai anak kedua dari tujuh bersaudara di lingkungan Muhammadiyah, As’ad Humam terbuka dalam belajar. Mitsuo Nakamura dalam The Crescent Arises over the Banyan Tree (2012) mencatat As’ad Humam menempuh pendidikan dasar di SD Muhammadiyah Kleco, SMP Negeri di Ngawi, dan pendidikan SMA di Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta.
Hanya saja di Mu’allimin, As’ad Humam yang berhenti di kelas II. Pasalnya, kecelakaan yang dia alami saat memanjat pohon pada 1963 membuat Kiai As'ad mengalami pengapuran tulang belakang dan harus dirawat setengah tahun.
Lehernya tidak bisa digerakkan dan untuk berjalan, Kiai As’ad mesti menggunakan tongkat sebagaimana yang nampak dalam posenya di sampul buku Iqro’. Kiai As’ad juga sempat belajar di pondok Pesantren Al-Munawir Krapyak milik Nahdlatul Ulama selama dua tahun.
“Dalam keseharian, sholatnya pun harus dilakukan dengan duduk lurus, tanpa bisa melakukan posisi ruku ataupun sujud. Bahkan untuk menengok pun harus membalikkan seluruh tubuhnya,” tulis Heni Purwono dalam artikel bertajuk “KH As’ad Humam, Pahlawan Pemberantasan Buta Huruf Alquran”.
Metode Iqro ditemukan di pusat kebudayaan Muhammadiyah, Kotagede, Yogyakarta. Dalam menemukan metode Iqro, almarhum As’ad Humam ditemani pegiat Muhammadiyah lainnya, yaitu Jazir Asp yang kini masih aktif menjadi sosok sentral di Masjid Jogokariyan Yogyakarta.
Menurut Mitsuo Nakamura, meskipun metode Iqro berasal dari pegiat Muhammadiyah, gerakan Iqro berdiri mandiri dan tidak terkait dengan Muhammadiyah. Di Indonesia, perkembangan Taman Pendidikan Alquran (TPA/TPQ) sejatinya mulai bangkit di akhir era 1980-an dengan munculnya tokoh Kiai Dahlan Salim Zarkasyi asal Semarang yang menemukan metode Qiroati dan menyebarluaskannya melalui pendirian TK Alquran Mujawwidin di Semarang tahun 1986.
Kala itu, Kiai As’ad Humam yang ikut mengajarkan Qiroati untuk anak-anak di Kotagede menyimpulkan metode tradisional Baghdadi tidak efektif karena membutuhkan 2-3 tahun untuk penguasaannya. Sementara itu, metode Qiroati dianggap As’ad memiliki celah yang bisa disempurnakan. Akan tetapi, saran dari As’ad Humam ditolak Kiai Dahlan Salim Zarkasyi karena menganggap metode Qiroati sudah baku.
Menemui jalan buntu, As’ad Humam pun berhenti mengajarkan Qiroati dan berusaha menemukan metode baru. Di bawah pohon jambu sebelah rumah, As’ad Humam terus mencari formula yang tepat.
“Saya sebagai kawan dan anaknya cuma menyediakan kertas dan peralatan tulis. [Jika kertas-kertas itu terbang], kami anak-anaknya, mengumpulkannya kembali. Ini dilakukan bapak selama bertahun-tahun,” ujar Erweesbe Maimanati, anak kedua As’ad, seperti ditulis Majalah Gatra edisi 19 Februari 1996.
Penemuan metode Iqro pun kemudian menjadikan Kiai Dahlan Salim Zarkasyi merenggangkan persaudaraannya dengan Kiai As’ad Humam. Pada 1990, Usep Fathudin yang bekerja di Departemen Agama sampai bolak-balik Semarang-Yogyakarta karena diutus oleh Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji, Andi Lolong Tonang untuk menyelesaikan perseteruan itu.
“Untuk ‘mendamaikan’ keduanya, yang saat itu agak memanas, khususnya dari pihak Semarang,” tulis Usep dalam Majalah Gatra edisi 11 Maret 1993.
Setelah menemukan metode Iqro, Kiai As’ad Humam bersama Jazir Asp dan dibantu Tim Tadarus Angkatan Muda Masjid dan Mushola (AMM) Yogyakarta mendirikan TK Alquran AMM Yogyakarta pada 16 Maret 1986. Ahmad Zayadi dan kawan-kawan dalam Buku Putih Pesantren Muadalah (2020) menulis pendirian TK Alquran AMM itu mendapatkan momentumnya di tengah masyarakat sehingga kemudian mereka juga mendirikan Taman Pendidikan Alquran AMM, Ta’limuq Quran Lil Aulad AMM, dan kursus Tartilil Quran AMM.
Tahun 1988, di tempat tinggalnya di Kampung Selokraman, Kotagede, didirikan Taman Kanak-kanak Alquran (TKA) untuk anak usia 4-6 tahun, dan setahun kemudian didirikan Taman Pendidikan Alquran (TPA) untuk anak usia 7-12 tahun. Dari sini awalnya Iqro menyebar dengan cepat sehingga banyak digunakan di banyak tempat.
Ditemukannya Iqro jauh memudahkan cara pembelajaran Alquran dasar menjadi lebih efektif dibandingkan dengan metode lama seperti Baghdadiyah yang harus mengeja antara huruf, bunyi, dan harakat. Berbeda dengan metode tersebut, Iqro yang terdiri dari enam jilid tidak lagi dieja, melainkan menyajikan cara baca dengan sistem (suku) kata. Mula-mula dipilih kata-kata yang akrab dan mudah bagi anak-anak, seperti “ba-ta”, “ka-ta”, “ba-ja”, dan sebagainya.
Setelah itu dilanjutkan dengan kata yang lebih panjang, kemudian kalimat pendek, lalu mempelajari kata yang ada di dalam surat-surat pendek. Semuanya disajikan dengan sederhana sehingga yang belajar, terutama anak-anak bisa mudah mempelajarinya.
Metode Iqro’ terdiri dari 6 jilid dengan variasi warna cover yang menarik minat anak kecil. Menurut Kiai Humam sendiri buku Iqro memiliki 10 sifat yaitu bacaan langsung, membuat santri menjadi aktif, dapat diajarkan privat/klasikal, tersedia modul, asistensi, praktis, sistematis, variatif, komunikatif, dan fleksibel. Demikian tulis As’ad Humam dalam buku Iqro: Cara Cepat Belajar Membaca Alquran, (2000).
Metode Iqro’ kemudian menyebar pasca digelarnya Munas DPP BKPMI di Surabaya yang menjadikan TK Alquran dan metode Iqro sebagai program utama perjuangannya. Selain harga terjangkau, buku Iqro dapat diajarkan oleh siapapun dan otodidak sehingga buku ini semakin tak terkendali dan nyaris tidak terkontrol, demikian tulis Doni Putra dalam Belajar Tadabbur Ilmu Karakter pada Lebah, Burung Gagak dan Singa (Kajian Tafsir Ayat-ayat Fauna), (2020).
.
Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Anda juga bisa berpartisipasi mengisi konten di KURUSETRA dengan mengirimkan tulisan, foto, infografis, atau pun video. Kirim tulisan Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.