Polemik Wayang Haram, Mbah Moen: Cerita Pewayangan Selipkan Keteladanan
KURUSETRA -- Salam Sedulur... Polemik wayang haram membuat banyak tokoh angkat bicara. Salah satu ulama besar NU, Syekh Maimoen Zubair semasa hidupnya punya ikatan erat dengan wayang, di mana menurutnya masing-masing tokoh pewayangan memainkan peran keteladanan.
Dalam berbagai video yang wara-wiri di Youtube, ulama karismatik itu yang meninggal dunia di Makkah, 6 Agustus 2019 itu, mengaku menyukai wayang. Sebab menurut Mbah Moen, wayang adalah sebuah sarana dakwah sekaligus hiburan.
Nilai penting lain dari tokoh pewayangan adalah selipan teladan dan ajaran yang diperankan masing-masing tokohnya. Beberapa tokoh utama, kata Mbah Moen, seperti Puntodewo/Yudhistira versi lain disebut Prabu Darmokusumo, pemilik Jimat Kalimosodo, yang dikenal adil dan bijak, banyak tirakat dan pengayom wong cilik.
BACA JUGA: Gus Baha: Sunan Giri Sebut Wayang Haram, Sunan Kudus Bilang Digepengkan Biar Halal
Ada juga keakraban Yudhistira dengan Semar, Gareng, Petruk dan Bagong. "Keempat punakawan tersebut dengan kondisi fisik yang tidak lumrah, miskin, banyak utang, dan lucu, tetapi dilengkapi dengan etika dan unggah-ungguh yang berkualitas," kata Mbah Moen.
Tokoh yang tak kalah sentral adalah Werkudoro/Brotoseno/Bimo atau populer dengan sebutan Satrio Jodipati. Brotoseno dikenal memiliki Kuku Ponconoko, yang jadi senjata pamungkasnya. Kuku Bima itu digunakan digunakan untuk menumpas kezaliman dan angkara murka serta menjadi senjata utama dalam perang melawan Kurawa. "Bima digambarkan tegas, pembela kebenaran meski berbicara blak-blakan," ucap Mbah Moen.
Ada juga Arjuno atau Janoko. Mbah Moen menyebut Arjuno memiliki sifat danang joyo. Danang artiya memberi, joyo artinya kejayaan.
BACA JUGA: Cak Nun: Wayang Itu Syirik Kalau Jadi Penyebab Menduakan Tuhan
Sedangkan Nakulo atau Nengkulo adalah akronim dari meneng anggonmu ngemawulo (khidmatlah dalam berbakti kepada Tuhan), Sadewo dengan makna bakale bisa dadi dewa (orang-orang suci, saleh-mushlihah).
Pandowo Limo dan Kurowo yang bertentangan merupakan kader Kiai Durno, konsultan politik dan ketatanegaraan Prabu Duryudhana, penguasa Ngastinopuro. Pandowo Limo dan Kurowo yang berhadap-hadapan dalam perang Baratayudha berada di bawah asuhan Kiai Durno dalam Yayasan Sukolimo yang dia miliki.
Kiai Durno ditempatkan bersebrangan dengan Prabu Darmo Kusumo, negeri Ngamarto alias Indraprasta yang memiliki penasihat bernama Kiai Kresno. Kiai Kresno adalah pemegang Senjata Cokro dengan gelar sosrosumpeno (seribu penglihatan).
BACA JUGA: Raden Fatah di Balik Wayang Hanya Bermata Satu dan Tradisi Sekatenan
Senjata Kiai Durno yakni Jamus Kalimosodo, masih dalam cerita Mbah Moen, adalah istilah yang digunakan para wali sebagai upaya mengikrarkan masyarakat Jawa ketika itu untuk masuk ke dalam pelukan Islam.
Secara harfiah kalimosodo terdiri dari dua kata, "kalimo" artinya kalimat, dan "sodo" yang berarti syahadat.
Kalimosodo itu dipahami sebagai wujud pengakuan kepada risalah Allah yang dibawa Kanjeng Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam, rukun Islam yang pertama, yang secara berurutan yakni syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji.
BACA JUGA: Apa Kira-Kira Jawaban Gus Dur Soal Isu Wayang Haram?
Mbah Moen juga menjelaskan “kalimo” itu juga bisa diartikan “lima” dan “sodo” artinya “dua belas”. Artinya 5 tambah 12 sama dengan 17 yakni jumlah rakaat sholat. Arti bilangan tersebut menjelaskan berislam yakni menegakkan seluruh kewajiban waktu berupa shalat lima waktu yang menjadi aji atau jimat Muslim.
"Shalat adalah soko agomo," bunyi hadist yang masyhur.
Selain sebagai tiang, sholat adalah perintah langsung yang diterima Rasulullah dari Allah ketika peristiwa Isra’ dan Mikraj. Saking krusialnya, sholat adalah kunci bagi Muslim dan penentu seluruh amal saat hari hisab.
BACA JUGA: Klarifikasi dan Minta Maaf, Ustadz Khalid: Tak Ada Kata-Kata Saya Haramkan Wayang
.
Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita sejarah, humor, hingga sejarah dari KURUSETRA. Anda juga bisa berpartisipasi mengisi konten di KURUSETRA dengan mengirimkan tulisan, foto, infografis, atau pun video. Kirim tulisan Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.