Home > Sejarah

Gubernur R Soeprapto, Memimpin Jakarta Seperti Tokoh Wayang Semar

Soeprapto lebih memilih sebagai punakawan dan bersikap merakyat, seperti Semar.
Gubernur R Soeprapto memimpin Jakarta lebih memilih sebagai punakawan dan bersikap merakyat, seperti Semar. Foto: Wikipedia.
Gubernur R Soeprapto memimpin Jakarta lebih memilih sebagai punakawan dan bersikap merakyat, seperti Semar. Foto: Wikipedia.

CERITA ABAH: Artikel ini adalah warisan berupa tuturan dari sejarawan sekaligus wartawan senior (Almarhum) Alwi Shahab kepada kami dan kami tulis ulang. Selamat Menikmati.

KURUSETRA -- Salam Sedulur... R Soeprapto lahir pada 12 Agustus 1924 di Solo, menjadi menjadi gubernur DKI Jakarta pada 1982-1987. Ia menggantikan H Tjokropranolo ketika masih menjabat sekjen Departemen Dalam Negeri.

Saat Soeprapto menjabat gubernur DKI Jakarta, penataran P4 tengah digalakkan oleh Pemerintah Orde Baru. Maksudnya supaya rakyat benar-benar menjiwai Pancasila dan UUD-45 dan memiliki kesetiaan tanpa reserve kepada pemerintah.

Bukan saja pegawai negeri sipil (PNS), juga swasta, wartawan, dan pengusaha diwajibkan mengikuti penataran. Termasuk juga para pelajar SMP/SMA, narapidana yang mendekam di penjara-penjara, bahkan tidak mau kalah, tukang becak juga ikut penataran.

BACA JUGA: Gubernur Surjadi Soedirdja, Calon Dalang Wayang yang Ditakuti Preman

Olahragawan yang menyenangi tennis, dengan prinsip ‘lebih memilih sebagai punakawan, dan bersikap merakyat. Karenanya, gubernur yang menjadi komandan kompi Peta, pada masa crash akibat agresi Belanda itu, dan memimpin pertempuran di Semarang, tidak segan-segan mendatangi pelosok-pelosok kampung.

Sebagai pejabat yang senang makan sayur bening, botok teri, dan sesekali sate selalu berpedoman pada tokoh pewayangan Semar. ”Kendati punya kekuasaan seperti dewa, Semar tidak menonjolkan diri. Lebih memilih sebagai punakawan, dan bersikap merakyat,” kata-kata yang pernah dikemukakannya.

BACA JUGA: Gus Baha: Sunan Giri Sebut Wayang Haram, Sunan Kudus Bilang Digepengkan Biar Halal

Ketika Soeprapto menjabat sebagai gubernur, pembangunan Jakarta tengah berlangsung besar-besaran. Maklum ketika itu keadaan ekonomi cukup baik. Maka beberapa kawasan yang sebelumnya merupakan daerah pinggiran seperti Kemang, Bintaro, Cinere, Pondok Indah, awal dimulainya pembangunan perumahan elite.

Di masa gubernur Soeprapto, terjadi beberapa peristiwa besar. Seperti terjadinya kebakaran yang menghanguskan hampir seluruh gedung Radio Republik Indonesia (RRI) Jakarta di Jalan Medan Merdeka Barat, tahun 1985.

Sebelumnya, gudang peluru milik Marinir di Cilandak, Jakarta Selatan, meledak. Peluru berhamburan hingga belasan kilometer. Meskipun jarak antara Cilandak dan Depok sekitar 20-an km, tapi nyala api akibat peledakan tengah malam ini terlihat jelas di Depok.

BACA JUGA: Batavia Bau Busuk, Jenazah Orang-Orang Belanda Penuhi Kali Krukut

Di kompleks marinir ini terdapat enam gudang peluru. Dalam jarak 2 km dari gudang yang meledak, kaca-kaca rumah habis rontok. Terjadi beberapa korban jiwa. 13 meninggal dan puluhan korban luka.

Tak sampai sebulan setelah terjadinya ledakan beruntun di Ibu Kota, terjadi peledakan di kantor BCA Jalan Gajah Mada, dan di pertokoan jembatan Metro, Glodok, Jakarta Kota. Sementara kebakaran seperti di RRI juga melanda Sarinah di Jalan Thamrin, toko serba ada pertama di Jakarta.

Gubernur Soeprapto, bukan saja sering ‘turun ke bawah’, berkesenian juga merupakan kesenian yang tidak dapat dia hindari. Bahkan berlanjut terus sepanjang kariernya baik sebagai militer maupun gubernur DKI. Ibu Soeprapto, istrinya juga pecinta musik dan lagu.

BACA JUGA: Jodoh di Tangan Hansip Gara-Gara Cuci Mata Melihat Gadis Pingitan

Seperti pada malam ulang tahun Jakarta, di depan ribuan massa di panggung Pasar Baru, Jakarta Pusat, dia tidak saja berjoget tetapi meminjam ketimpring, yang dinyanyikan sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya. Tentu saja diikuti oleh massa yang menghadiri acara tersebut.

”Jelek-jelek begini, saya bekas pemain band, lho”. katanya pada pers saat itu. Dia bercerita, ketika bersekolah di MULO (sekolah menengah zaman kolonial) di Solo, tahun 1940-an, ia mendirikan band bersama Sudharnoto.

”Saya memegang bas gitar.”

Bukan hanya di panggung saat HUT Jakarta, tapi kalau ada acara silaturahim di Balai Kota, juga dulu ketika ia masih di Depdagri, sering memperdengarkan kemerduan suaranya. Juga ketika dia bertugas di Sinai memimpin kontingen Garuda I, ayah tujuh anak ini suka mendendangkan lagu ‘Unchained Melody’. Sebagai resep menghilangkan rindu kepada anak istri di tanah air.

BACA JUGA: Misteri Tidur Gus Dur: Benarkah Gus Dur Punya Indra Keenam?

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita sejarah, humor, hingga sejarah dari KURUSETRA. Anda juga bisa berpartisipasi mengisi konten di KURUSETRA dengan mengirimkan tulisan, foto, infografis, atau pun video. Kirim tulisan Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.

× Image