Pesta Semalam Suntuk Cap Go Meh di Zaman Orde Lama
CERITA ABAH: Artikel ini adalah warisan berupa tuturan dari sejarawan sekaligus wartawan senior (Almarhum) Alwi Shahab kepada kami dan kami tulis ulang. Selamat Menikmati.
KURUSETRA -- Salam Sedulur... Tempo doeloe Imlek dirayakan sampai dengan pesta Cap Go Meh (Cap Gouw Meh), yakni malam ke-15 setelah Imlek. Cap Go Meh merupakan pesta rakyat semalam suntuk yang secara bergantian diadakan di berbagai tempat di Jakarta.
Di era Orde Lama, pemerintah tidak pernah melarang pesta Cap Go Meh, termasuk ngarak topekong keliling kota. Namun perayaan keliling kampung dilarang di era Orde Baru.
Saat ini di berbagai pertokoan yang banyak dikunjungi warga Tionghoa, masih terlihat berbagai etalase warna merah paling menyolok. Menurut keyakinan mereka, merah lambang kegembiraan.
BACA JUGA: Alasan Warga Tionghoa Hindari Angpao Berisi Uang Bernominal Angka 4
Ada tengloleng (lampion) yang bentuknya bundar, berbagai pajangan untuk digantung di pintu atawa tembok. Bermacam barongsai mini, di samping ang-pauw warna merah. Tidak ketinggalan tentu saja kue keranjang (tie-kwee) alias kue cina yang keluarnya memang setahun sekali.
Tentu saja paling banyak terdapat kata Gong Xi Fa Cai. Mungkin banyak yang tidak tahu apa arti kata dari bahasa Mandarin ini. Menurut David Kwa, pakar sinolog dari UI, dalam dialek Mandarin kata-kata itu berarti ‘Selamat Menjadi Kaya’. Ucapan Gong Xi Fa Cai untuk mengucapkan selamat tahun baru Imlek berasal dari Hongkong, dan baru populer di Indonesia tahun 1990-an.
BACA JUGA: Arti Angka 2 dalam Filosofi Jawa dan China di Tanggal Cantik 2-2-22
Di tempo doeloe ucapan berupa Sin Chun Kiong Hie atau ”selamat tahun baru dan panjang umur”. David mengakui, ucapan Gong Xi Fa Cai berbau materialistis. Memang demikianlah watak orang Hong Kong, akibat hidup yang keras, mereka mengejar kekayaan.
Beberapa hari jelang Cap Go Meh (malam ke-15 setelah Imlek), rombongan pemain Tanjidor yang berasal dari Portugis berdatangan ke Jakarta, khususnya ke daerah yang banyak warga Tionghoanya. Mereka yang datang dari Karawang, Bekasi, Tambun, dan Cikarang, beranggotakan 8 sampai 10 orang, mendatangi rumah-rumah Tionghoa untuk ngamen.
Satu dua hari menjelang Cap Go Meh berbagai tontonan seperti gambang kromong dengan wayang cokeknya digelar di sejumlah tempat. Mereka menyanyikan lagu-lagu berirama China dan Betawi.
Di hari Cap Go Meh biasanya tidak lupa orang mengarak atau menggotong topekong. Menurut David Kwa, ”ini ritual dimaksudkan untuk menjaga keselamatan seantero penduduk dari gangguan setan dan iblis.”
BACA JUGA: Imlek di Era Kolonial, Sukarno, Hingga Pelarangan di era Soeharto
Dalam keramaian itu tidak lupa dimainkan langliong (tari naga) dan lang-saij (tari singa atawa barongsai) dari berbagai boe-koan (perkumpulan silat) yang ada di Betawi. Pertunjukan itu, kata David Kwa, guna menolak berbagai pengaruh jahat yang selama setahun tidak keburu dibersihkan dan untuk mengundang keberuntungan.
Liong (naga) dan saij (singa) merupakan binatang yang menurut kepercayaan Tionghoa dianggap membawa keberuntungan dan mengusir kesialan. Gong Xi Fa Ca (selamat menjadi kaya).
JANGAN LEWATKAN: Apa Kira-Kira Jawaban Gus Dur Soal Isu Wayang Haram?