Home > Sejarah

Patung-Patung Peninggalan Soekarno di DKI, Ada yang Dituding Sebagai Simbol PKI

Sejumlah patung yang berdiri di taman-taman Jakarta adalah pesanan Presiden pertama RI, Ir Soekarno.
Patung Pahlawan atau dikenal Patung Pak Tani. Foto: Dok Republika.

KURUSETRA -- Salam Sedulur... Presiden pertama RI, Ir Soekarno gemar sekali membuat patung. Sejumlah patung yang masih berdiri kokoh di DKI Jakarta adalah hasil buah pemikiran Soekarno

Sejumlah patung yang diinisiasi atau pesanan Bung Karno menghiasi sejumlah taman di Jakarta. Salah satu contoh patung yang paling terkenal dan ikonik adalah Patung Selamat Datang di Bundaran Hotel Indonesia (HI).

Kurusetra merangkum empat patung di Jakarta yang dibuat berdasarkan pesanan Soekarno. Satu dari empat patung tersebut bahkan dituding banyak pihak sebagai simbol komunis ideologi Partai Komunis Indonesia (PKI).

Baca Juga: Lapangan Monas Saksi Sejarah Indonesia: Runtuhnya Belanda, Penjajahan Jepang, Demo Pembubaran PKI

Patung Selamat Datang di Bundaran Hotel Indonesia (HI). Foto: Republika.

1. Patung Selamat Datang di Bundaran HI

Pada 1962 Indonesia menjadi tuan rumah Asean Games IV. Saat itu Soekarno memerintahkan berbagai macam pembangunan, seperti Stadion Gelora Bung Karno di Senayan yang dibuat dalam waktu singkat. Untuk menyambut para atlet peserta Asean Games IV, Soekarno membangun sebuah monumen di Bundaran Hotel Indonesia dengan nama Patung Selamat Datang.

Patung Selamat Datang juga menjadi penanda pusat pemerintahan Indonesia yang sempat pindah dari Yogyakarta kembali ke Jakarta. Monumen ini dibangun salah satu seniman kesayangan Soekarno Henk Ngantung. Namun pengerjaan patung itu kemudian dilanjutkan dan diselesaikan pematug Edhi Sunarso.

Patung Dirgantara di Pancoran. Foto: Republika

Baca Juga: Ditulis dengan Huruf Pallawa, Prasasti Tugu di Museum Nasional Ungkap Sejarah Jakarta Sejak Raja Tarumanegara

2. Patung Pancoran atau Monumen Dirgantara

Warga DKI Jakarta yang pernah melewati wilayah Pancoran, Tebet, Jakarta Selatan, pasti pernah melihat sebuah patung yang menjulang di antara jalan layang dan tol. Patung yang lebih dikenal dengan nama Patung Pancoran tersebut sebenarnya adalah sebuah monumen.

Nama patung tersebut adalah Monumen Dirgantara alias Patung Dirgantara yang terwujud lewat gagasan Soekarno. Patung ini melambangkan manusia angkasa Indonesia.

Ide pembuatan patung tersebut datang dari Bung Karno yang ingin mendirikan sebuah monumen yang melambangkan keperkasaan Angkatan Udara Indonesia. Patung Dirgantara ini lalu dibangun di bundaran Jalan Gatot Subroto atau berdiri persis di depan Markas Besar AU dan berdekatan dengan Bandara Halim Perdana Kusuma.

Baca Juga: Patung Dewa Hermes Berusia Satu Abad Nyemplung ke Kali Harmoni

Letak monumen ini berada di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, tepat di depan kompleks perkantoran Wisma Aldiron Dirgantara yang dulunya merupakan Markas Besar TNI Angkatan Udara. Posisinya yang strategis karena merupakan pintu gerbang menuju Jakarta bagi para pendatang yang baru saja mendarat di Bandar Udara Halim Perdanakusuma.

Patung ini dirancang oleh Edhi Sunarso pada 1964--1965 dengan bantuan dari Keluarga Arca Yogyakarta. Sedangkan proses pengecorannya dilaksanakan oleh Pengecoran Patung Perunggu Artistik Dekoratif Yogyakarta pimpinan I Gardono.

Berat patung yang terbuat dari perunggu ini mencapai 11 Ton. Sementara tinggi patung itu sendiri adalah 11 Meter, dan kaki patung mencapai 27 Meter. Proses pembangunannya dilakukan oleh PN Hutama Karya dengan Ir. Sutami sebagai arsitek pelaksana. Pengerjaannya sempat mengalami keterlambatan karena peristiwa Gerakan 30 September PKI pada tahun 1965.

Patung Pahlawan atau yang dikenal dengan Patung Tani. Foto: Republika.

3. Patung Pak Tani atau Patung Pahlawan

Salah patung warisan Soekarno adalah Patung Pak Tani. Patung ini menjadi salah satu patung kontroversial karena pada masa pecahnya G 30 S/PKI, patung itu ada di bawah bayang-bayang pembongkaran. Pasalnya PKI saat itu mengusulkan agar sipil, buruh dan tani dipersenjatai. Patung Pahlawan ini pun disebut bersinggungan dengan PKI.

Sebenarnya nama patung tersebut adalah Patung Pahlawan, bukan patung Pak Tani. Alasan patung tersebut dikenal sebagai Patung Pak Tani gara-gara patung tersebut berwujud seorang pria dengan topi camping layaknya seorang petani namun menggotong sebuah senjata. Di sampingnya terlihat seorang perempuan yang membawa bekal makanan.

Soekarno terinspirasi membuat patung ini ketika ia berkunjung ke Moskow, Rusia pada akhir 1950. Saat itu Soekarno amat terkesan dengan patung-patung di Moskow.

Baca Juga: Humor Gus Dur: Aktivis tak Jadi Ditembak karena Peluru Intel Rusia Habis

Presiden Rusia pada saat itu mengenalkan Presiden Soekarno kepada pematung terkenal di Rusia, Matvei Manizer, dan anaknya, Otto Manizer. Kedua pematung itu kemudian diundang ke Jakarta untuk merancang sebuah patung yang melambangkan semangat kemerdekaan.

Monume Pembebasan Irian Barat di Lapangan Banteng. Foto: Dok Republika

4. Monumen Pembebasan Irian Barat

Di Lapangan Banteng terdapat satu patun ikonik yakni Monumen Pembebasan Irian Barat. Pembangunan monumen ini berasal dari ide Bung Karno yang diterjemahkan menjadi sebuah sketsa oleh Henk Ngantung.

Patung itu didesain berdasarkan pidato Soekarno tentang Tri Komando Rakyat atau Trikora pada 19 Desember 1961 di Alun-alun Utara Yogyakarta. Pidato itu sukses menggerakkan hati rakyat Indonesia lalu bertekad membebaskan saudara-saudaranya di Irian Barat dari belenggu penjajahan Belanda. Patung itu menggambarkan seorang lelaki tinggi besar bertelanjang dada yang mengacungkan kedua tangannya lantaran berhasil membebaskan diri dari rantai pengikat.

Monumen Pembebasan Irian Barat terletak di tengah-tengah Lapangan Banteng, tingginya mencapai 35 meter. Patungnya terbuat dari perunggu dan dikerjakan oleh Team Pematung Keluarga Area Yogyakarta dibawah pimpinan Edhi Sunarso, pencipta Monumen Selamat Datang di Bundaran Hotel Indonesia dan Patung Dirgantara.

Baca Juga: Suara Merdu Keroncong Kampung Tugu Masih Lestari Hingga Generasi ke Sepuluh

Figur patung terlihat sebagai seorang lelaki bertelanjang dada berdiri agak condong ke belakang, kedua kaki merentang, dan tangan terentang ke atas memutuskan rantai. Komposisi statis (figur ini membentuk huruf X yang seimbang) digoyang oleh rantai yang putus. Mulutnya terbuka lebar seolah-olah meneriakkan kata merdeka. Monumen ini menggambarkan seseorang yang berhasil melepaskan belenggu kolonialisme Belanda.

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.

× Image