Home > Sejarah

Demi Menghidupi Keluarga, Pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan Berkeliling Jualan Batik Sembari Berdakwah

KH Ahmad Dahlan ketika datang ke kota-kota lain, selain untuk berdakwah, ia juga sering membawa kain batik Sudagaran sebagai barang jualan.

KURUSETRA -- Salam Sedulu... KH Ahmad Dahlan dikenal sebagai pedagang batik. Beliau menghidupi keluarganya dengan berjualan batik dari kampung ke kampung sembari mengajarkan agama Islam.

Kampung Kauman, Yogyakarta, menjadi saksi dakwah KH Ahmad Dahlan. Beliau menggunakan metode berdakwah lewat berdagang kain batik.

Baca Juga: Maulid Nabi Disebut Bidah Dhalalah, Ini Kata Muhammadiyah

Batik awalnya adalah karya seni yang hanya boleh dikenakan golongan bangsawan. Masyarakat Kampung Kauman lalu memberikan sentuhan kreatif pada motif, sehingga batik menjadi milik semua dan boleh dikenakan banyak orang yang dikenal sebagai Kain Batik Sudagaran.

"Di Kampung Kauman, meski dihuni oleh para ulama, namun mereka bukan ulama yang berada di menara gading," kata Budi Setiawan, Sesepuh Kampung Kauman, Yogyakarta sekaligus Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana (LPB) PP Muhammadiyah seperti dinukil dari situs resmi Muhammadiyah.

Baca Juga: Pengkhianatan G30S/PKI: Usai Bantai 7 Jenderal, PKI Dihabisi Soeharto, Menteri-Menteri Soekarno Dipenjara

KH Ahmad Dahlan ketika datang ke kota-kota lain, selain bertujuan untuk berdakwah, ia juga sering membawa kain batik Sudagaran sebagai barang dagangan. Karena itu, Kiai Dahlan selain sebagai seorang ulama juga merupakan pedagang batik.

“Orang-orang Keraton yang juga membatik kan juga pingin jualan juga, kemudian mereka menitipkan batiknya di Kauman. Jadi makanya seperti Kiai Dahlan lebih banyak dia berdagang batik dari pada industri batik,” ungkapnya.

Baca Juga: Cerita Kiai Sekaligus Ketua Muhammadiyah Pak AR yang Dipaksa Pimpin Pengajian Yasinan Malam Jumat

Tak hanya Kiai Dahlan, ada juga Kiai Abu Bakar dan Kiai Saleh, pasangan saudara yang merupakan ayah dan paman Kiai Dahlan yang dikenal sebagai pedagang kain batik. Namun, Kiai Abu Bakar dan Kiai Saleh lebih memilih menekuni kesehariannya sebagai ulama daripada pedagang.

Dalam perkembangannya, dari karya seni menjadi karya industri batik, banyak warga termasuk ulama-ulama di Kampung Kauman membuka industri batik di rumah-rumah mereka yang memiliki ruangan besar. "Sebab pada waktu itu pemukiman penduduk belum sepadat sekarang," kata Budi.

Baca Juga: Dianggap Berbeda, Ternyata Warga Muhammadiyah Punya Tradisi Yasinan, Begini Cara Baca Surah Yasin

Budi berkata, terkait dengan corak masyarakat Kauman yang awalnya diisi oleh ulama-ulama kemudian menjadi sangat variatif akibat kedatangan buruh batik yang berasal dari daerah luar Kauman, seperti Bantul dan sekitarnya. "Para buruh ini kemudian ada yang menetap di Kauman," kata dia.

Pasca-Perang Dunia II, sekitar tahun 1920-an pedagang batik di Kauman...

Pasca-Perang Dunia II, sekitar tahun 1920-an pedagang batik di Kauman mengalami perubahan. Kiai Dahlan sudah tidak lagi berdagang batik dan lebih fokus pada kegiatan dakwahnya.

"Termasuk keluarga-keluarga pedagang besar lain juga tidak lagi aktif, berganti para pedagang baru yang meneruskan tradisi batik Kauman."

Di sisi lain batik juga terdampak adanya kemajuan teknologi industri. Batik yang awalnya ditulis, kemudian dicap. Selain itu, menurut Budi, perubahan ini adalah dampak semakin banyaknya permintaan pasar.

“Ada banyak proses batik, mulai mbatik (manual), ngecap yang model cap. Batik itu unik ada proses panjang yang harus dilalui sehingga sampai menjadi siap batik yang diperdagangkan,” ujar Budi mengakhiri.

TONTON VIDEO PILIHAN UNTUK ANDA:

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Anda juga bisa berpartisipasi mengisi konten di KURUSETRA dengan mengirimkan tulisan, foto, infografis, atau pun video. Kirim tulisan Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.

× Image