Home > Sejarah

Cerita Motor Wartawan Dilindas Tank TNI di Rumah Presiden Soeharto, Motor Gepeng Seperti Kerupuk

Setelah motor dilindas hingga gepeng, perwira jaga di Cendana bersedia mengganti dengan motor baru yang lebih bagus.

Presiden Soeharto.

CERITA ABAH: Artikel ini adalah warisan berupa tuturan dari sejarawan sekaligus wartawan senior (Almarhum) Alwi Shahab kepada kami dan kami tulis ulang. Selamat Menikmati.

KURUSETRA -- Salam Sedulur... Selain di Istana Negara dan Bina Graha, saat masih menjabat Presiden Soeharto sering menerima tamu dan laporan para menteri di kediaman pribadinya di Jalan Cendana. Di rumah Cendana tersebut ada cerita mengesankan yakni ketika motor saya dilintas panser yang sedang bertugas melakukan pengamanan di rumah Pak Harto.

Pada awal 1970-an masih dapat dihitung dengan jari wartawan yang memiliki mobil. Begitu juga wartawan kepresidenan yang sering dilecehkan sebagai wartawan kerajaan dan wartawan keraton.

Suatu ketika Pak Harto menerima sejumlah menteri dan tamu di kediamannya itu. Maka motor pun kami parkir di samping kanan pekarangan kediamannya. Tiba-tiba dari garasi muncul sebuah panser yang berjalan mundur menuju ke luar rumah.

Baca Juga: Debat Capres-Cawapres 2024 Panas, Ternyata Segini Gaji Presiden dan Wakil Presiden Indonesia

Meskipun dipandu oleh seorang prajurit yang memberi aba-aba dari belakang, panser itu menerjang motor-motor yang tengah parkir. Karena motor Honda milik saya letaknya paling depan, paling dulu tergilas panser.

Rupanya si pengemudi merasa dia menabrak sesuatu. Panser pun bergerak kembali ke depan dan untuk kedua kalinya melindas motor saya hingga gepeng kayak kerupuk.

Setelah diproses oleh seorang perwira jaga Cendana yang menyatakan siap untuk memberi ganti rugi, beberapa hari kemudian saya pun mendapat sebuah motor Honda baru. ‘’Untung, kan! Lain kali biar dilindas lagi,’’ kata teman-teman ngeledek.

Baca Juga: Sejarah Jagakarsa, Ternyata dari Nama Pangeran Kesultanan Mataram Keturunan Raden Fattah

Setiap hari para wartawan harus berpakaian rapi sesuai aturan protokoler istana kepresidenan. Para wartawan wajib mengenakan dasi, dan tidak boleh memakai pakaian jenis jean, serta sepatu kets.

Menggunakan batik lengan panjang masih dibolehkan, tetapi bukan pada acara di mana presiden mengenakan baju batik. Sementara, untuk acara-acara kenegaraan atau acara lain yang ditentukan, seperti juga presiden dan pejabat negara, wartawan istana juga harus menggunakan stelan jas.

Masalahnya, tiap memakai pakaian lengkap dari kediaman saya di Tanah Abang ke Istana, ada teman yang bertanya, ‘’Mau kondangan ke mane, nih?’’

Baca Juga: Ustad Khalid Basalamah Dukung Gerakan Netizen Indonesia Julid Fi Sabilillah kepada Israel: Bagus Sekali, Teruskan!

 Suka duka menjadi wartawan istana adalah...

Suka Duka Menjadi Wartawan Istana

Menjadi wartawan Istana memang ada enak dan tidak enaknya. Saya pernah ditanya oleh Menteri Sekretaris Kabinet Ismail Saleh yang kala itu juga menjadi pemimpin umum Kantor Berita Antara, "Bagaimana menjadi wartawan Istana?’’

Saya jawab, stres Pak! Saya memang hampir tiap hari harus terburu-buru, diuber waktu. Persisnya harus mengejar dead line atau tenggat, yakni batas waktu kapan laporan atau tulisan harus siap disiarkan. Sering kali kita harus membuat empat atau lima berita kegiatan Presiden per hari.

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.

× Image