Home > Sejarah

Gagal Jebol Benteng Batavia, Keturunan Bangsawan Kerajaan Mataram yang Dikirim Sultan Agung Malah Menetap dan Bangun Masjid di Tanah Abang

Masjid Al-Makmur dibangun pada 1704 dan menjadi salah satu dari belasan masjid tua yang masih tersisa di Jakarta.

Sultan Agung. Pasukan Kerajaan Mataram yang dikirim Sultan Agung untuk menyerbu Benteng Batavia gagal dan memilih menetap di Tanah Abang.

KURUSETRA -- Salam Sedulur... Masjid Al-Makmur yang terletak di Jl KH Mas Mansyur, Tanah Abang, Jakarta Pusat, menjadi saksi meluasnya dakwah Islam di tanah Batavia. Masjid ini dibangun para bangsawan Kerajaan Islam Mataram pimpinan KH Muhammad Asyuro pada 1704 setelah mereka gagal menjebol benteng Batavia yang dijaga Belanda.

Masjid Al-Makmur adalah salah satu dari belasan masjid tua yang masih tersisa di Jakarta. Kini masjid yang berusia lebih tiga abad itu terkepung oleh hingar bingar pusat perdagangan Tanah Abang, salah satu pusat perdagangan terbesar di Jakarta.

Saat ini di bagian kiri dan kanan masjid tersebut sudah tidak ditemukan lagi rumah penduduk. Alasannya hampir seluruh daerah sekitarnya menjadi pusat kegiatan bisnis.

Baca Juga: Gereja Tertua di Indonesia dan Asia Timur Ternyata Ada di Jakarta, Namanya Diambil dari Nama Bukit di Palestina

Sejarawan Alwi Shahab kepada kami pernah bercerita, berdirinya masjid tersebut berawal dari kisah penyerbuan Kerajaan Mataram ke Kota Batavia. Sayangnya dalam dua kali penyerbuan, pasukan yang dikirim Sultan Agung tersebut gagal menjebol benteng Batavia pada 1618 dan 1619.

Sekalipun mengalami kegagalan tapi para bangsawan Mataram merupakan juru dakwah yang handal. Di antara mereka kemudian menetap di Jakarta menjadi da’i dan membangun masjid sejumlah masjid, yang masih kita dapati di beberapa tempat di Ibu Kota.

Baca Juga: Sunan Gunung Jati Minta Arsitek Majapahit Bangun Masjid Sang Cipta Rasa Cirebon dalam Satu Malam, Benarkah?

Masjid Al-Makmur mula-mula hanya sebuah mushola berukuran 12×8 meter. Pada 1915 diperluas oleh Habib Abu Bakar Alhabsyi, pendiri organisasi Jamiatul Chaer dan pendiri rumah yatim piatu Daarul Aitam di jalan yang sama. Luas masjid menjadi 1.142 m2 ketika Habib Abubakar memberikan tanah sebagai wakaf.

Tahun 1932 masjid diperluas lagi atas tanah wakaf Salim Bin Muhammad bin Thalib. Kemudian pada tahun 1953 diperluas hingga luasnya menjadi 2.175 m2.

Sayangnya, di depan masjid yang sangat bersejarah ini, di depannya tampak kumuh. Terutama oleh para pedagang kaki lima yang terkadang mangkal di depan masjid dan tumpah ruah ke jalan. Sementara mobil dan motor menjadikannya sebagai tempat parkir saat mereka hendak berbelanja ke pusat-pusat perdagangan Tanah Abang.

Baca Juga: Sejarah Hari Ibu yang Diperingati Setiap 22 Desember

Akibat pengembangan jalan, kini Masjid Al-Makmur hanya menyisakan (habis) beranda depan dengan tiga gerbang berpilar ramping berbentuk kelopak melati dan list-plang dengan lima lubang angin serta dua menara berkubah kecil bergaya mercusuar (dengan jendela dan teras) di kiri kanan bangunan utama. Sementara pedagang kaki lima kadang-kadang dengan enaknya menjajakan dagangannya di muka masjid.

Jadi lengkap sudah kesendirian Masjid Al-Makmur yang makin terus dikepung. Masjid ini dikepung pertokoan, pusat bisnis, dan pedagang eceran yang makin banyak mencari doku di Tanah Abang.

Baca Juga: Mencari Kampung Habib yang Hilang, dari Krukut, Kwitang, Sampai Tanah Abang

Rumah di sekitar masjid disulap menjadi pertokoan...

Rumah Disulap Menjadi Toko

Tapi ketika masih ada kuburan wakaf, kini jadi rumah susun Tanah Abang, warga keturunan Arab yang meninggal dunia sebelum dimakamkan terlebih dulu jenazahnya dishalatkan di Masjid Al-Makmur. Para pedagang dan pembeli di Pasar Tanah Abang juga menjadikan masjid tua ini sebagai tempat sholat mereka terutama sholat Dzuhur dan Ashar.

Makin berkembangnya bisnis di Tanah Abang, mengakibatkan Jalan KH Mas Mansyur dan sekitarnya seperti Kebon Kacang I sampai Kebon Kacang VI kini sudah berubah fungsi. Sebagian besar rumah telah menjadi tempat pertokoan, ekspedisi, dan gudang-gudang. Tidak heran kalau harga tanah yang berdekatan dengan Proyek Pasar Tanah Abang termasuk termahal di Jakarta.

Seperti ketika pembangunan jembatan Metro Tanah Abang, rumah-rumah yang tergusur mendapat ganti rugi Rp 10 juta per m2. Menurut sejumlah warga, harga tanah milik mereka saat ini harganya Rp 20 juta per meter persegi.

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.

× Image