Home > Sejarah

Gara-Gara Celetukan Serdadu VOC yang Lagi Mabuk, Nama Jayakarta Diganti Jadi Batavia, JP Coen Pun Murka

Bukan hanya nama Batavia diputuskan di Belanda, tapi juga pembangunan kota dirancang dari Kota Amsterdam.

Gubernur Jenderal VOC JP Coen punya kelihaian dalam memungut pajak. JP Coen memerintahkan Kapitan China, Souw Beng Kong memungut pajak kepala dan rumah pelacuran kepada warga China di Batavia. Foto: IST.

CERITA ABAH: Artikel ini adalah warisan berupa tuturan dari sejarawan sekaligus wartawan senior (Almarhum) Alwi Shahab kepada kami dan kami tulis ulang. Selamat Menikmati.

KURUSETRA -- Salam Sedulur... Ketika Jan Pieterzoon Coen menaklukkan Jayakarta pada 30 Mei 1619, dia ingin menamakannya Hoorn seperti tempat kelahirannya di Belanda, bukannya Batavia. Tiba-tiba saja, dalam suatu pesta, seorang serdadu VOC dalam keadaan mabuk menyebutkan Batavia yang berasal dari kata Batavieren, nama salah satu suku di Belanda.

Meskipun JP Coen tidak senang dan dikabarkan sampai akhir hayatnya (1629) menolak nama itu, 17 heeren (pemegang saham VOC) yang berpusat di Belanda lebih setuju nama Batavia. Jadi, nama ini diputuskan di Belanda.

Baca Juga: Gagal Jebol Benteng Batavia, Keturunan Bangsawan Kerajaan Mataram yang Dikirim Sultan Agung Malah Menetap dan Bangun Masjid di Tanah Abang

Bukan hanya nama Batavia diputuskan di Belanda, tapi juga pembangunan kota dirancang dari Kota Amsterdam. Karena perancangnya berada di Belanda, kediaman dan gedung di awal berdirinya kota ini tidak disesuaikan dengan iklim tropis di negeri jajahannya. Seperti juga di kota-kota di negerinya, belasan kanal (grachten) mereka bangun.

Hingga ada istilah pajak ‘jalan tol’ yang dikenakan terhadap perahu yang melewatinya. Cara berpakaian mereka juga seperti di negeri asalnya. Sama halnya dengan kebiasaan di Belanda yang beriklim dingin, mereka mandi hanya dua minggu sekali, tidak seperti para nyai –wanita simpanan– yang tidak dikawini atau para Indo-Belanda yang lebih berani dengan air.

Baca Juga: 3 Zat Mematikan yang Terkandung dalam Vape, Bisa Bikin Kerusakan Otak dan Kanker

Toilet saat itu belum dikenal. Di gedung-gedung yang kini difungsikan sebagai museum tidak satu pun memiliki toilet. Lalu, bagaimana kalau mereka ingin buang air besar?

Di tiap rumah dan gedung, tersedia tong berisi air dan semacam kursi yang dibolongi ditengahnya. Baru, pada malam hari, mereka buang ke sungai atau kanal. Ada ketentuan VOC, tinja tidak boleh dibuang sebelum pukul 10 malam. Belanda ketika awal-awal datang ke Nusantara juga belum mengenal sumur.

Baca Juga: Gara-Gara Belanda Bangun Gedung-Gedung di Batavia tanpa Toilet, Tinja Manusia Pun Dibuang ke Ciliwung

Gambaran Kota Batavia pada abad ke-18 diperoleh dari laporan Francois Valentijn dan John Spliter Stavorinus, seorang pendeta dan seorang pelaut yang pernah dan bermukim di kota tersebut selama beberapa waktu. Kota Batavia dibagi menjadi tiga bagian: kastil, pusat kota yang dikelilingi tembok (benteng) pertahanan, dan kota bagian luar.

Pusat kota yang luasnya 65 hektare atau hanya satu persen dari keseluruhan urban di Jakarta itu dikelilingi tembok pertahanan yang dilengkapi dengan 22 buah bastion (kubu) dari batu karang, dengan nama-nama tempat di Belanda, seperti Amsterdam, Middleburg, Delft, Roterdam, Horn, Enkhuisen, Vianen, Nieupoort, Utrecht, Hollandia, dan masih banyak lagi.

Baca Juga: Untung Suropati, Budak VOC yang Melawan Belanda Hingga Dapat Gelar Pahlawan Nasional

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.

× Image