Home > News

Kenapa Merokok Bikin Ketagihan? Ternyata Gara-Gara Zat Ini

Nikotin bisa menyebabkan adiksi atau ketagihan. Aktivasi terhadap saraf ini mengakibatkan pengeluaran dopamin.

Emha Ainun Nadjib alias Cak Nun. Budayawan Cak Nun mengatakan di Muhammadiyah terbelah menjadi dua mahzab soal hukum rokok. Foto: IST.

KURUSETRA -- Salam Sedulur... Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Prof. Dr. dr. Agus Dwi Susanto, SpP(K) mengungkapkan mengapa merokok membuat para pelakunya kecanduan alias ketagihan. Karena di dalam rokok mengandung tiga zat berbahaya dan berdampak buruk bagi kesehatan.

Tiga zat berbahaya itu terkandung dalam rokok elektrik, vape dan rokok konvensional. Tiga zat atau bahan berbahaya tersebut adalah nikotin, bahan karsinogenik, dan partikel halus. Berikut penjelasan efek dan dampaknya pada kesehatan.

"Nikotin mau bagaimanapun zat berbahaya. Mau dia bentuknya cair, mau dia bentuknya dibakar, atau bentuknya tablet kunyah, itu tetap bisa menyebabkan adiksi atau ketagihan," kata dokter Agus seperti dinukil dari Antara, Rabu (27/12/2023) malam.

Baca Juga: Gara-Gara Celetukan Serdadu VOC yang Lagi Mabuk, Nama Jayakarta Diganti Jadi Batavia, JP Coen Pun Murka

Nikotin memiliki efek menyebabkan kecanduan karena dapat berikatan dengan reseptor asetilkolin nikotik yang terdapat pada saraf di otak. Aktivasi terhadap saraf ini mengakibatkan pengeluaran dopamin.

Ia mengungkapkan, dalam riset yang dilakukan Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan dan PDPI didapati fakta hampir 76 persen pengguna rokok elektrik mengalami kecanduan akibat kandungan nikotin di dalam produk tersebut. Dari dampak kesehatan, nikotin disebutkan dapat menyebabkan gangguan penyempitan pembuluh darah yang tidak hanya berbahaya bagi jantung tapi hingga ke otak.

Baca Juga: 3 Zat Mematikan yang Terkandung dalam Vape, Bisa Bikin Kerusakan Otak dan Kanker

Terutama pada remaja, penyempitan pembuluh darah yang menuju otak tentunya akan berpengaruh besar pada kognitifnya. "Nikotin itu berdasarkan studi dapat menginduksi terjadinya penyempitan pembuluh darah ke otak, sehingga pada remaja yang masih dalam pertumbuhan namun rutin menggunakan rokok elektrik atau vape maka risiko gangguan kognitifnya lebih besar karena potensi penyempitan pembuluh darahnya lebih besar," katanya.

Zat kedua yang tak kalah berbahaya adalah karsinogenik. "Karsinogenik yang dapat memicu terjadinya kanker," kata dr Agus.

Baca Juga: Cak Nun Sebut di Muhammadiyah Hukum Rokok Terbelah Jadi Dua Mazhab

Guru Besar bidang Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi dari FKUI itu menyebutkan meski tidak mengandung tar seperti rokok konvensional, rokok elektrik ternyata juga memiliki bahan karsinogenik yang tak kalah berbahaya. "Riset menunjukkan bahan karsinogenik ini ada banyak di dalam cairan vape dan tentunya meningkatkan risiko kanker. Contohnya itu seperti zat logam apabila terlarut dalam cairan itu akan karsinogen," ujar Agus.

Untuk menguatkan pernyataan tersebut, penelitian yang dimuat dalam jurnal berjudul "Electronic Ciggarate Smoke Induce Lung Adenocarcinoma and Bladder Urothelial Hyperplasia in Mice" (2018) menunjukkan bahaya dari zat karsinogenik rokok elektrik. Dalam penelitian itu 40 tikus terekspos oleh kandungan uap rokok elektrik selama 54 minggu dan didapati 22,5 persen di antaranya mengalami kanker paru dan 57,5 persen memiliki potensi terkena kanker kandung kemih.

Baca Juga: Gus Baha Ditanya Kiai Sepuh: Rokok Haram atau tidak? Barang Haram Memang Bagusnya Dibakar

Terakhir, zat berbahaya lainnya yang terdapat pada rokok elektrik ialah partikel halus termasuk PM 2.5 yang juga menjadi biang dari banyak penyakit pernapasan. "Baik itu rokok elektrik dan rokok konvensional sama-sama punya partikel halus. Nah ini punya sifat iritatif yang akhirnya menciptakan peradangan atau istilah medisnya inflamasi. Saat terjadi inflamasi maka menginduksi sifat hipersensitif pada saluran nafas sehingga terjadilah asma, infeksi saluran pernafasan atas, bronkitis akut, hingga pneumonia," tutupnya.

WHO melarang penjualan Vape...

WHO Sarankan Perketat Penjualan Vape

Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada pertengahan Desember 2023 mengeluarkan pernyataan diperlukannya pengaturan lebih ketat terkait penjualan rokok elektrik termasuk vape. Pengaturan itu agar dapat mengurangi penyebarannya yang menargetkan konsumen anak-anak dan remaja.

WHO menilai hal itu perlu dilakukan karena berdasarkan temuannya remaja di seluruh dunia kini menjadi pengguna aktif rokok elektrik dibandingkan dengan orang dewasa. Misalnya di Kanada, pengguna rokok elektrik di usia 16-19 tahun meningkat dua kali lipat selama periode 2017-2022, lalu di Inggris jumlah remaja sebagai pengguna rokok elektrik meningkat tiga kali lipat.

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.

× Image