Zaman Belanda Jamaah Haji/Umroh Juga Dikarantina, Banyak yang Wafat karena Virus
CERITA ABAH: Artikel ini adalah warisan berupa tuturan dari sejarawan sekaligus wartawan senior (Almarhum) Alwi Shahab kepada kami dan kami tulis ulang. Selamat Menikmati.
KURUSETRA -- Salam Sedulur... Minat umat Islam Indonesia menunaikan rukun Islam yakni naik haji sudah berlangsung ratusan tahun lalu. Mulai dari kapal layar hingga kapal uap, sampai sekarang ada transportasi pesawat terbang yang menghemat waktu.
Tak hanya ketika era pandemi saat ini, di mana jamaah haji dan umroh atau WNI yang keluar negeri haris menjalani karantina, di zaman kolonial, nasib para jamaah haji tak kalah menyedihkan. Setibanya di Tanah Air setelah melakukan rukun Islam kelima, mereka harus dikarantina dan ditempatkan di barak-barak.
Di tempat itu, sekitar 3.500 jamaah haji ditampung untuk pemeriksaan kesehatan. Bukan hanya jamaah haji dari Jakarta, tapi dari seluruh Nusantara, tidak terkecuali diharuskan dikarantina di pulau yang luasnya sekitar 7,5 hektare itu.
Karantina haji ini berlangsung selama 22 tahun, dari 1911 sampai 1933. Di pulau ini mereka harus tinggal lima hari, bahkan lebih lama bila mengidap penyakit.
Kala itu, pemerintah Belanda khawatir para jamaah sepulangnya dari tanah suci membawa penyakit, yang menyebabkan diberlakukannya sistem karantina. Sebelum ke Onrust, para jamaah haji satu per satu dicek kesehatannya oleh dua petugas di Pulau Cipir yang letaknya bersebelahan dengan Onrust.
Usai pemeriksaan, para jamaah harus menanggalkan seluruh pakaiannya, diganti dengan pakaian karantina. Kemudian mandi dan diperiksa seorang dokter.
Bila ada yang membawa penyakit menular, diharuskan tinggal di stasiun karantina di Pulau Cipir yang dibangun bersamaan dengan karantina Pulau Onrust. Selama pemeriksaan kesehatan, pakaian pribadi serta kapal pengangkut difumigasi. Para jamaah yang sehat dibawa ke Onrust melalui Eretan.
Di Pulau Cipir kita masih mendapati tempat perawatan jamaah haji yang kini sudah tinggal puing-puing. Setiba di Onrust dari Cipir, para jamaah haji kembali diperiksa kesehatannya.
Di sini, terdapat enam petugas kesehatan Belanda turut menangani jamaah haji. Para jamaah haji yang meninggal dikuburkan dengan sangat sederhana.
Jenazah-jenazah jamaah haji dimakamkan di sembarang tempat dan sama sekali tidak memperhitungkan arah kiblat. Itulah derita para haji di Onrust era kolonial.