Home > Sejarah

Opas, Polisi Zaman Belanda yang Tugasnya Atur Lalu Lintas Hingga Bantu Nenek-Nenek Nyebrang Jalan

Opas atau Pembantu Polisi kebanyakan pribumi.
Opas Banpol. Di era Pemerintah Hindia Belanda, Opas yang kebanyakan pribumi diperbantukan untuk mengatur lalu lintas. Foto: Tangkapan layar/ Dok Republika.
Opas Banpol. Di era Pemerintah Hindia Belanda, Opas yang kebanyakan pribumi diperbantukan untuk mengatur lalu lintas. Foto: Tangkapan layar/ Dok Republika.

CERITA ABAH: Artikel ini adalah warisan berupa tuturan dari sejarawan sekaligus wartawan senior (Almarhum) Alwi Shahab kepada kami dan kami tulis ulang. Selamat Menikmati.

KURUSETRA -- Salam Sedulur... Opas alias pembantu polisi (banpol) dilengkapi pedang di pinggang kiri dan pistol di pinggang kanan. Seorang Opas mengenakan topi pramuka (pandu) yang dipelitur warna coklat. Topi ini buatan Tangerang, yang ketika itu diekspor ke mancangegara termasuk Eropa. Seragamnya juga berwarna coklat dengan ikat pinggang dari kulit.

Di era 1930-an, Opas yang diperbantukan untuk menjaga ketertiban lalu lintas. Meski begitu tugas Opas masih tergolong mudah, mengingat lalu lintas saat itu masih lenggang lantaran belum banyak kendaraan bermotor seperti mobil dan sepeda motor yang melintas.

.

Hingga 1960-an, lampu lalu lintas masih dioperasikan secara manual menggunakan tangan Opas. Sang Opas akan mengangkat tanda "Stop" untuk memberhentikan kendaraan.

Opas sebagai pembantu polisi ketika itu personilnya kebanyakan penduduk asli. Sedangkan polisi sebagian besar warga Belanda atau Indo.

BACA JUGA: Sejarah Kopassus, Pasukan Khusus TNI yang Hari Ini Berulang Tahun ke-70

Opas di samping membantu polisi seperti petugas lalu lintas, juga menolong lansia terutama nenek-nenek yang hendak menyeberang di jalan raya. Jakarta yang kini menjadi kota megapolitan boleh dikata dipenuhi oleh ratusan ribu kendaraan bermotor. Si pengendara roda dua ini lebih banyak tidak memiliki toleransi dan mau berhenti sebentar terhadap nenek-nenek yang hendak menyeberang di jalan raya.

Pernah seorang pengendara marah-marah ketika hampir menyerempet seorang nenek. ”Ngapaian nenek-nenek keluar lebih baik diam di rumah saja,” gerutu pengendara motor. Tidak heran kalau seniman Betawi, SM Ardan meninggal hanya karena ditabrak motor.

BACA JUGA: Mirip Sambo, Kisah Soegeng Soetarto, Jenderal Polisi yang Batal Dihukum Mati Ganti Bui Seumur Hidup

Tidak seperti polisi sekarang, di masa kolonial tidak dikenal istilah pungli. Tidak heran kalau seseorang melakukan pelanggaran lalin dia melakukan cara damai dengan polisi.

Saat itu, daripada membayar tilang Rp 100 ribu lebih baik uang itu diberikan polisi Rp 20 ribu sampai Rp 30 ribu. Karena itu, entah sudah berapa ratus miliar rupiah yang harusnya masuk ke kas negara akhirnya mengalir ke kocek-kocek oknum polisi yang tanpa mengenal malu siap untuk berdamai dengan pelanggar lalu.

BACA JUGA: Humor Gus Dur Soal Tukang Becak Dimaki Bodoh oleh Polisi karena tidak Bisa Baca

Tidak mau kalah dengan polisi oknum DLLAJR juga secara terang-terangan mencegat truk-truk pengangkut barang tidak peduli barang kebutuhan pokok. Dalam perjalanan beberapa puluh kilometer, truk-truk barang harus membayar pungli yang tentu saja dijadikan sebagai bagian ongkos produksi. Akibatnya rakyat kecil terpukul karena ikut menanggung kenaikan harga barang. Sejauh ini pungli di jalan raya makin menjadi-jadi tidak ada tindakan hukum terhadap mereka.

.

BACA JUGA ARTIKEL MENARIK LAINNYA:
>
Humor Gus Dur: Anggota DPR Dipanggil Prof, Dikira Profesor Ternyata Provokator

> 3 Ulama Indonesia yang Jadi Imam di Masjidil Haram Mekkah

> Wirda Mansur Mimpi Bertemu Rasulullah dan Abu Bakar, Dimarahi karena tak Mau Menghafal Alquran

> Guntur Romli Sebut Pemukul Ade Armando adalah Preman yang Suka Bawa-Bawa Agama

> Pendeta Saifudin Ibrahim Sebut Gus Dur tidak Pernah Sholat

> Berburu Janda Pejabat Belanda di Batavia, Orang Tionghoa Cari PSK di Mangga Besar

> Humor Cak Nun: Soal Rokok Muhammadiyah Terbelah Jadi Dua Mahzab

> Cak Nun: Yang Mengatur Hujan Bisa Tuhan, Wakil-Wakil Tuhan, atau Makhluk Seperti Jin dan Manusia

> Humor Gus Dur: Biarkan Pendemo Lempari Rumah Soeharto, Paling Kacanya Pecah

> Humor Gus Dur: Deheman Kiai Bikin Santri yang Ketahuan Mencuri Ikan Nyaris Ngompol

> Humor Gus Dur: Pendeta Baptis Mobil Kiai, Dibalas Kiai Sunat Motor Pendeta

> Pak AR Ingin Daftar Jadi Mahasiswa Malah Diminta Jadi Dosen Agama Islam

> Asal Usul Nama-Nama Tempat di Jakarta: Dari Ancol Sampai Kampung Ambon

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.

× Image