Home > Budaya

Tradisi Jelang Ramadhan: Keramas di Kali Hingga Ziarah Kubur (Nyekar) ke Makam Orang Tua

Nyekar ke makam orang tua atau leluhur biasanya dilakukan menjelang Ramadhan.
Ziarah kubur menjadi tradisi umat Islam di Indonesia. Foto: Republika.
Ziarah kubur menjadi tradisi umat Islam di Indonesia. Foto: Republika.

KURUSETRA -- Salam Sedulur... Menjelang Ramadhan umat Islam di berbagai wilayah Indonesia biasanya memiliki ritual masing-masing. Seperti membersihkan rumah hingga berbelanja keperluan Ramadhan. Namun yang tak kalah penting dan menjadi tradisi adalah ziarah kubur ke makam orang tua atau sesepuh.

Tradisi ziarah kubur atau dikenal dengan nyekar menjelang puasa Ramadhan menjadi tradisi di sejumlah wilayah Indonesia. Namun dulu ziarah kubur khusus untuk kaum pria, sedangkan perempuan dilarang karena khawatir sedang datang bulan.

BACA JUGA: Lirik, Terjemahan Makna Lagu Padang Bulan yang Viral di Instagram, Ternyata Diciptakan Sunan Giri

Ziarah kubur dilakukan sebagai penghormatan dan mendoakan arawah orang tua dan keramat. Banyak yang membaca Surah Yasin atau membaca tahlil, sambil membersihkan makam kerabat.

Tak hanya nyekar atau ziarah kubur, di Jakarta warga Betawi biasanya menyambut Ramadhan dengan mandi di atas getek di tepi sungai. Ibu-ibu hingga gadis-gadis keramas menggunakan kemben kain batik. Mereka mandi dan menyiram seluruh tubuh dengan air sungai.

BACA JUGA: Ustadz Khalid Basalamah: Tak Ada Sholat Khusus Nisfu Syaban, Hadistnya Palsu

Namun bukan sampo yang digunakan untuk keramas, melainkan merang. Merang adalah kulit gabah yang dibakar kemudian dicampur dengan buah rek-rek. Buah berbusa yang umumnya digunakan untuk menyepuh perhiasan, emas dan perak, agar mengkilat kembali.

Selain memakai merang, mereka juga menggunakan lidah buaya untuk mempertebal rambut. Sementara untuk mencegah rambut rontok dipakailah minyak kemiri yang dipakai juga oleh para pria.

BACA JUGA: Pangeran Jayakarta, Dikalahkan Belanda Bangun Negara Bernama Jatinegara

Dahulu merek dagang minyak kemiri yang terkenal adalahg cap Dua Anak, keluaran Thio Tek Tjoe, seorang sinshe yang buka praktek di depan bioskop Kramat (Grand). Sampai awal 1950-an, sinshe ini tiap hari didatangi ratusan pasien, terutama anak-anak untuk berobat. Maklum kala itu dokter belum banyak.

Ada lagi kegiatan yang tidak boleh dilupakan menjelang Ramadhan, yakni mengantarkan makanan kepada orang tua yang masih hidup. Tak hanya anak atau cucu, calon menantu juga perlu "cari muka" mendatangi calon mertua. Makanan yang diantarkan umumnya adalah roti, sirup atau kurma. Jika tidak berkunjung ke rumah mertoku, jangan harap dianggap sebagai calon menantu yang baik. Urusannya akan bisa runyam karena dianggap tidak memiliki rasa hormat kepada mertua dan bisa-bisa lamarannya nanti ditolak.

BACA JUGA: Alasan Mengapa Muhammadiyah tak Pakai Rukyat Tapi Gunakan Hisab untuk Tentukan Ramadhan dan Lebaran

Saat Ramadhan datang, hampir di setiap rumah diterangi lampu m inyak tanah dari Maghrib hingga Subuh. Kemeriahan bakal bertambah pada malam takbiran.

Ramadhan di era 1950-an sampai 1990-an, pedagang makanan baru membuka toko pukul lima sore. Pagi hingga siang hari tidak ada pedagang yang buka.

BACA JUGA: Pangeran Jayakarta, Dikalahkan Belanda Bangun Negara Bernama Jatinegara

Anak-anak sejak usia tujuh tahun sudah dididik untuk jalankan ibadah puasa. Meskipun hanya setengah hari dan berbuka saat Dhuhur. Malamnya mereka diajak orang tuanya shalat tarawih. Kala itu, kegiatan lebih banyak terkonsentrasi di langgar (surau) dan masjid. Bapak-bapak banyak yang menghabiskan malam di rumah Allah ini.

Yang disebut mal, pusat pertokoan, belum nongol. Kecuali pasar-pasar tradisional. Tadarus yang dipimpin seorang guru ngaji — mualim atau ustadz — banyak diikuti masyarakat. Ada yang selama satu bulan bisa tiga kali khatam Alquran. Mereka memelihara telinga, mata dan bicara agar mendapatkan nilai puasa seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW.

BACA JUGA: Kebakaran Depo Pertamina Plumpang dan Cerita Gas Jadi Sumber Energi Terbaru di Batavia

Bagi mereka yang bertempat tinggal di perkampungan masyarakat Betawi jangan khawatir terlambat sahur. Apalagi sampai ketinggalan makan sahur. Karena untuk menyiapkan makan sahur para ibu sudah bangun antara pukul 02.00 hingga 03.00 dini hari.

Pada jam-jam tersebut, para pemuda akan mengitari rumah-rumah di kampung-kampung. Dengan membawa kencengan atau memukul tiang listrik mereka berseru, ”Saur saur saur!”

BACA JUGA: Link Pengumuman Seleksi PPPK Guru 2022 dan 2023, Berapa Gajinya?

.

BACA ARTIKEL MENARIK LAINNYA:

> Download GB WhatsApp Terbaru 2023, Gratis Bisa Baca Pesan yang Sudah Dihapus

> SnapTik.App, Download Ribuan Video Viral TikTok, Bebas Watermark, Gratis Bisa dari HP Android

> Savefrom.net: Download Lagu YouTube, Instagram, dan TikTok, Gratis Pakai Sepuasnya

> Arab Saudi Menghijau Disebut Tanda Akhir Zaman, Begini Jawaban Rasulullah Saat Ditanya Kapan Kiamat

> Jangan Terlalu Sibuk Mengejar Dunia, Gunung-Gunung di Mekkah Arab Saudi Sudah Menghijau

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.

× Image