Home > Budaya

Mengenal Cap Go Meh, Pesta Orang China yang tak Kalah Meriah dari Perayaan Fiesta Brasil

Di era Kolonial, perayaan Cap Go Meh dipusatkan di Glodok-Pancoran.
Perayaan Cap Go Meh di Buitenzorg. Sumber : Wikimedia Commons.
Perayaan Cap Go Meh di Buitenzorg. Sumber : Wikimedia Commons.

KURUSETRA -- Salam Sedulur... Masyarakat Tionghoa punya banyak hari raya. Selain perayaan tahun baru Imlek yang paling populer, ada juga perayaan hari ke-15 menurut almanak Tionghoa, setelah Imlek yang disebut Cap Go Meh.

Cap Go Meh tak kalah meriah dari Imlek. Tempo dulu, sejak sore para siauce (gadis) Tionghoa berdandan semenor mungkin. Mereka menunggu harap-harap cemas menunggu kedatangan sang pacar untuk datang sowan pada calon mertua. Saat itu para lelaki yang datang ke rumah calon mertua harus membawa sepasang ikan bandeng. Jika tidak membawa, wajah calon mertua akan cemberut seperti ‘dompet tanggung bulan’ karena calon menantunya dianggap tidak punya hormat pada mertua.

BACA JUGA: Geger Pecinan, Pembantaian Etnis China yang Ratusan Kali Lebih Kejam dari Kerusuhan 1998

Pada malam Cap Go Meh warga keturunan Tionghoa berpakaian indah-indah dan mereka naik trem menuju Glodok dan Pancoran. Tujuannya mereka menonton keramaian atau langsung terjun ngibing (kini berjoget) di jalan-jalan yang tak kalah meriahnya dengan fiesta yang diadakan tiap tahun di Brasil.

Orang yang turut ngibing, biasanya memakai kostum ala bintang film Hollywood. Seperti Douglas Fairbank, bintang terkenal tahun 1930-an dan ’40-an dalam perannya sebagai Zorro dalam film Mark of Zorro. "Ada juga yang menyaru sebagai seorang wanita gembrot lengkap dengan konde sebesar mangkuk sayur," tulis Prof Dr James Dananjaja (75 tahun), dalam Folklor Tionghoa. Wajahnya dibedak tebal-tebal, pipinya diberi tahi lalat (tompel) sebesar uang sen Hindia Belanda. Mulutnya disumpel dengan tembakau sisik.

BACA JUGA: Imlek di Tahun Kelinci, Arti Penting Hujan Saat Perayaan Imlek Bagi Orang China

Kwee Tek Hoay dalam karangan berjudul Nonton Capgome yang diterbitkan 1930, menuturkan, Tidak ada pesta Cap Go Meh di Java yang melebihkan ramenya dari Batavia. Bukan saja sebab Batavia ada kota yang paling besar, keramaiannya tak ada bandingannya di lain-lain tempat di Buitenzorg (Bogor), Sukabumi, Cianjur, dan Bandung. Di sepanjang jalanan ada penuh dengan rumah makan yang buka sampai pagi pada malam Capgome.

Di era Kolonial, perayaan Cap Go Meh dipusatkan di Glodok-Pancoran. Sementara malam tanggal 16 dilanjutkan di Tanah Abang, Pal Merah, dan Meester Cornelis (Jatinegara).

BACA JUGA: Kisah Orang China Muslim Pertama di Batavia, Kaya Raya Lalu Bangkrut Setelah Istri Selingkuh

Di pesta rakyat ini ditampilkan banyak pertunjukan, seperti wayang cokek yang ditarikan empat wanita berbaju kurung aneka warna dengan diiringi gambang kromong. Komedi bangsawan, stambul, dan wayang simpe juga ikut memeriahkan. Selain cerita-cerita Tionghoa kuno, wayang ini juga mempertunjukkan kisah 1001 malam.

Para orang tua yang anak gadisnya menonton Cap Go Meh, memesan kepada mereka agar waspada terhadap tangan-tangan jahil berupa pemuda-pemuda iseng. Apalagi di antara mereka banyak yang teler karena menenggak minuman yang diharamkan.

BACA JUGA: Banjir Darah di Batavia Usai Tentara VOC Bantai 10 Ribu Orang China dari Balita Hingga Manula

× Image