Hukum Seorang Muslim Ucapkan Selamat Natal kepada Umat Nasrani, Halal, Haram, Boleh, atau Dilarang?
YOGYAKARTA -- Umat Nasrani baru saja merayakan Natal pada 25 Desember 2022. Pertanyaan yang sama pun datang saban tahun dan kerap menimbulkan polemik di masyarakat, tentang hukum seorang Muslim mengucapakan Selamat Natal kepada umat Nasrani, apakah halal, haram, boleh, atau dilarang? Berhubung kasus ini erat kaitannya dengan istinbath al-hukmi, maka Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah membahasnya di Pengajian Tarjih pada Rabu (22/12) dengan Wawan Gunawan Abdul Wahid selaku pembicaranya.
Seperti dinukil dari Muhammadiyah.or.id, Wawan menjelaskan, para ulama berbeda pendapat terkait persoalan ini disebabkan oleh Ijtihad mereka dalam memahami generalitas (keumuman) ayat atau Hadis. Ada ulama yang membolehkan pengucapan selamat hari Natal karena dasar hukum mengikuti prosesi Natal bagi mereka memang boleh. Ada pula ulama yang lebih memilih berhati-hati karena mengucapkan selamat Natal berarti dia telah memberikan kesaksian palsu.
BACA JUGA: Kisah Orang China Muslim Pertama di Batavia, Kaya Raya Lalu Bangkrut Setelah Istri Selingkuh
“Mengapa muncul perbedaan pandangan hukum? Ada beberapa sebab. Bisa dilihat dari penempatan persoalan ini adalah apakah mengucapkan selamat hari natal itu bagian dari persoalan keseharian belaka atau muamalah, atau apakah berkaitan dengan akidah?” tanya Wawan.
Wawan menjelaskan para ulama yang mengharamkan pengucapan selamat hari Natal karena berdasarkan penafsiran QS. Maryam ayat 23-26. Dalam ayat tersebut, Jibril memerintahkan Maryam yang sedang melahirkan Isa al Masih untuk meraih pangkal pohon kurma itu kearahnya lalu mengambil buahnya yang telah matang untuk dimakan. Kehadiran buah kurma memberikan isyarat kelahiran Isa al Masih bukan di musim dingin dan dengan demikian tanggal 25 Desember bukan kelahiran Putra Maryam tersebut.
BACA JUGA: Bumi Bulat atau Datar? Simak Penjelasan Gus Baha Berdasarkan Alquran
Sementara para ulama yang membolehkan pengucapan selamat hari natal berlandaskan pada QS. Al Mumtahanah ayat 8. Dalam ayat tersebut, Allah tidak melarang untuk berbuat baik kepada orang-orang yang tidak memerangi umat Islam. Karenanya, mengucapkan selamat natal merupakan salah satu bentuk perbuatan baik kepada orang non-muslim, sehingga perbuatan tersebut diperbolehkan.
“Adanya perbedaan ini menunjukkan adanya keragaman pemahaman akan nash. Teksnya sama, ayatnya sama, bagi kelompok yang membolehkan (ucapan selamat natal) QS. Al Mumtahanah ayat 8 itu digunakan, tapi bagi yang mengharamkan tidak mendasarkan pada Al Mumtahanah ayat 8,” terang alumni angkatan pertama Pondok Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Garut ini.
BACA JUGA: Dian Sastro Dulu Sempat Mengira Islam Agama Kejam, Kini Rutin Khatamkan Alquran
Perbedaan semacam ini hendaknya tidak boleh menjadikan internal umat Islam terpecah belah. Umat Islam harus memahami di dalam Alquran dan as-Sunnah tidak disebutkan secara spesifik terkait dengan kebolehan atau keharaman mengucapkan selamat Natal. Karena termasuk aspek ijtihadiyah, maka hal ini merupakan kreasi nalar manusia dan refleksi terhadap realitas.
“Tidak ada dalil yang tegas mengucapkan selamat hari natal itu tidak boleh atau mengucapkan natal itu boleh. Yang ada itu dalil-dalil yang dipahami. Teks itu ada yang manthuq, ada yang mafhum. Dalil manthuq (tersurat) terkait hal ini tidak ada, adanya yang mafhum (tersirat),” tutur Wawan.
BACA JUGA: Warga Muhammadiyah Gak Suka Maroko (k)