Home > Sejarah

Punya Rempah-Rempah Melimpah, Kesultanan Banten Jadi Primadona Bangsa Eropa Hingga India

Bangsa Eropa, China, hingga India rela menukar benda berharga dengan rempah-rempah.
Pelabuhan Banten. Interaksi dan perdagangan antara Kesultanan Banten dengan bangsa Eropa, China, hingga India, sudah terjalin sejak lama. Foto: IST.
Pelabuhan Banten. Interaksi dan perdagangan antara Kesultanan Banten dengan bangsa Eropa, China, hingga India, sudah terjalin sejak lama. Foto: IST.

KURUSETRA -- Salam Sedulur... Sultan Maulana Yusuf memimpin Kesultanan Banten pada 1570-1580. Di era Sultan Maulana, Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaan. Saat putra Sultan Maulana Hasanuddin, pendiri Kerajaan Islam Banten itu memimpin, perdagangan di Banten sangat pesat. Bahkan Banten menjadi tempat penimbunan barang dari segala penjuru dunia, yang kemudian disebarkan ke antero Nusantara.

Situasi perdagangan di bandar internasional Karangantu saat itu digambarkan sebagai berikut: Pedagang dari Cina membawa uang kepeng, terbuat dari timah hitam yang juga disebut picis. Dengan jung-jung yang tidak hentinya berdatangan ke Banten, mereka membawa porselen, sutera, bludru, benang emas, kain sulaman, jarum, sisir, payung, kertas, dan berbagai barang lainnya.

BACA JUGA: JP Coen Culik Orang China Banten untuk Bekerja di Batavia, Eh Malah Jadi Penguasa

Orang Arab dan Persia membawa permata dan obat-obatan. Pedagang Gujarat (India) menjual kain, kapas, dan sutra. Orang Portugis membawa kain dari Eropa dan India. Para pedagang ini kembalinya ke negara mereka membawa lada dan rempah-rempah, yang mereka beli dari para pedagang yang berdatangan dari Nusantara ke Banten.

Dengan majunya perdagangan maritim, Sorosowan, ibukota kerajaan, menjadi ramai. Maka diaturlah penempatan penduduk sesuai keahlian dan asal mereka. Perkampungan untuk orang asing di pusatkan di luar tembok kota. Seperti Kampung Pekojan, terletak di sebelah barat pelabuhan diperuntukkan untuk pedagang Arab, Gujarat, Mesir, dan Turki. Kampung Pecinan, di sebelah barat Masjid Agung Banten, diperuntukkan bagi pedagang Cina.

BACA JUGA: Nama Kota Tua Diganti Jadi Batavia: Ini Pintu Kecil Menuju Benteng Batavia Zaman Belanda

Belanda kemungkinan meniru Banten yang membangun kampung Pekojan untuk etnik Arab, dan Pecinan bagi warga Cina. Kini kampung yang disediakan itu lebih populer dengan nama Glodok.

Orang Cina sangat berperan dalam ikut memajukan ekonomi Banten kala itu. Jenderal JP Coen sendiri, saat mendirikan Batavia (1619), telah membawa sekitar 800 warga Cina ke Batavia dari Banten. Di pimpin Souw Beng Kong, yang kemudian diangkat menjadi kapiten Cina pertama.

BACA JUGA: Kebaya Encim Bikin Wanita Indo Belanda dan Peranakan China Jatuh Cinta

Pecinan, yang letaknya sekitar 500 meter dari kraton, kini hanya ditinggali empat keluarga keturunan Cina. Di dekatnya terdapat klenteng, yang menurut pengurusnya sudah berdiri sejak awal Kerajaan Islam Banten. Klenteng ini banyak didatangi pengunjung dari luar Banten, terutama pada malam ciit (tanggal 1 penanggalan Cina) dan malam cap goh meh.

Memang Banten sekitar 500 tahun lalu, pernah menjadi bandar terbesar di pulau Jawa. Bangsa Portugis, bukanlah pedagang asing pertama yang mencari lada dan rempah-rempah lainnya di Karangantu, pelabuhan Banten.

BACA JUGA: Banjir Darah di Batavia Usai Tentara VOC Bantai 10 Ribu Orang China dari Balita Hingga Manula

Jauh sebelumnya, mereka didahului saudagar-saudagar Cina, Arab, Gujarat, dan Turki — yang mengangkut rempah-rempah dari bandar Karangantu yang ramai — melalui Teluk Parsi. Kemudian mereka menjualnya kepada pembeli Eropa yang sangat berhasrat.

× Image