Tradisi Nyorog Betawi, Upaya Menjaga Silaturahim Jelang Ramadhan

KURUSETRA -- Salam Sedulur... Selain nyekar ke makam orang tua, keluarga, atau kerabat, ada satu tradisi yang tidak boleh dilewatkan bagi orang Betawi: Nyorog. Meski tradisi ini bagi masyarakat Betawi di era modern perlahan-lahan mulai menghilang, tetapi Nyorog masih dilakukan di beberapa tempat.
Nyorog adalah tradisi masyarakat Betawi di mana mereka akan saling bertukar bingkisan antar tetangga yang satu dengan yang lain. Atau bisa juga kepada orang tua, keluarga, juga tentu saja calon mertoku.
Bingkisan yang dibawa biasanya berupa sembako dan berbagai masakan khas Betawi seperti daging kerbau, gabus pucung, sayur babanci, dan tentu saja semur jengki alias jengkol. Semua makanan itu biasanya dibawa memakai rantang.
Di masa lalu menurut sejarawan Alwi Shahab, anak pria yang punya gacoan wajib mendatangi calon mertuanya dengan membawakan ikan bandeng. "Berabe jika gak bertandang, akan dicoret jadi calon menantu," kata Alwi Shahab.
Nantinya bingkisan akan diantarkan anak-anak muda atau pasangan muda yang baru menikah atau baru bertunangan. Bingkisan akan diberikan kepada orang yang lebih tua atau tokoh masyarakat di sekitar rumah.
Nyorog berawal dari sebuah peristiwa ritus baritan atau upacara adat yang berkaitan dengan kepercayaan masyarakat terkait peristiwa alam. Kegiatan ini adalah refleksi antar interaksi yang melibatkan manusia, lingkungan, dan kepercayaan kepada Tuhan.
Tradisi Nyorog bisa dibilang sudah ada sebelum Islam datang ke tanah Jawa. Saat itu masyarakat sering membawakan makanan atau sesajen untuk dipersembahkan kepada Dewi Sri yang merupakan simbol kemakmuran. Persembahan itu diberikan sebagai bentuk rasa syukur kepada Dewi Kemakmuran karena telah memberikan tanah, tanaman, dan berbagai bahan makanan kepada kehidupan manusia.
Namun seiiring perubahan zaman dan masuknya Islam ke Nusantara, khususnya Betawi, tradisi Nyorog kini dijadikan waktu untuk menghormati yang lebih tua. Menjelang puasa dan Lebaran, warga Betawi sering kita jumpai anggota keluarga yang lebih muda mengunjungi orang tua. Seperti babe, enyak, encang, encing, mamang, mertua hingga abang.
Sayangnya tradisi Nyorog semakin pudar. Saat ini sulit ditemui masyarakat Betawi melakukan tradisi Nyorog. Selain itu faktor ekonomi juga menjadikan tradisi Nyorog mulai memudar karena biasanya sering dilakukan hanya oleh keluarga yang punya kemapanan ekonomi.
Faktor lainnya karena semakin berkurangnya orang asli Betawi di Jakarta dan pindah ke kota-kota pinggiran, kemajemukan budaya di lingkungan menjadi faktor penyebab lainnya. Tidak sedikit orang Betawi yang menikah dengan para pendatang dari etnis lain, sehingga mereka juga ikut mudik ke kampung suami atau istri.
Tradisi nyorog yakni bagi-bagi bingkisan kepada sanak keluarga, sudah menjadi sebuah kebiasan yang sejak lama dilakukan masyarakat Betawi sebelum datangnya bulan Ramadhan. Meski istilah nyorog-nya sudah mulai menghilang, namun kebiasan mengirim bingkisan sampai sekarang masih ada di dalam masyarakat Betawi.
.
Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA