Harimau Jawa Tiba-Tiba Muncul dan Menerkam 14 Penebang Kayu

Harimau Jawa. Batavia sebelum bangsa Eropa datang adalah hutan belantara yang dihuni banyak hewan liar, salah satunya harimau. Foto: Instagram@harimau.jawa
Harimau Jawa. Batavia sebelum bangsa Eropa datang adalah hutan belantara yang dihuni banyak hewan liar, salah satunya harimau. Foto: Instagram@harimau.jawa

KURUSETRA — Salam Sedulur… Lapangan Banteng ratusan tahun lalu di masa pemerintahan Hindia Belanda masih berupa tanah lapang. Kereta-kereta kuda dengan bebas melewati lapangan tersebut yang dipayungi pohon-pohon rindang. Namun, sebelum bangsa Eropa datang, Batavia adalah hutan belantara yang dihuni banyak binatang buas seperti harimau jawa, macan kumbang, banteng, hingga buaya. Bahkan ada laporan 14 penebang kayu menjadi mangsa harimau jawa yang tiba-tiba muncul dan menerkam mereka.

Presiden Soekarno yang memberikan nama lapangan banteng untuk menggantikan nama lapangan singa milik Belanda. Namun, nama banteng bukan hanya karena Soekarno merupakan semangat dari patriotisme bangsa Indonesia, tapi punya kisah tersendiri bagi lapangan ini. Di sekitar lapangan ini pernah dihuni banteng sebagai satwa liar, ketika pada abad ke-17, seorang tuan tanah bernama Anthony Paviljoen membeli tanah di situ, di mana Batavia masih dikelilingi hutan.

BACA JUGA: Presiden Gus Dur Hobi Reshuffle Kabinet: SBY, JK Hingga Wiranto Pernah Dicopot Jadi Menteri

Tak hanya banteng, wilayah tersebut juga menjadi habitat sejumlah satwa, seperti badak dan babi. Dikabarkan pada 1692, tiga pria yang baru datang dari Eropa hanya sempat menyelamatkan diri dengan memanjat tiang gantungan dari sebuah kali ketika diterkam seekor buaya.

Pada 1659, 14 orang yang sedang menebang kayu di sini menjadi mangsa harimau. Melihat ancaman binatang buas, pemerintah Hindia Belanda pada 1762 memberikan hadiah kepada para pemburu yang membunuh 27 ekor macan dan harimau kumbang di tempat ini. Karena itulah, lapangan Banteng ketika itu juga menjadi tempat bagi pemburu binatang buas.

BACA JUGA: Humor Gus Dur: Pastor Lega Dikira Gak Jadi Diterkam Harimau, Ternyata Harimaunya Lagi Baca Doa Makan


LAPANGAN BANTENG ABAD 19
Dalam foto di atas terlihat pohon-pohon rindang terlihat di sekeliling lapangan terluas kedua di Jakarta setelah Monas. Ketika itu, sebuah monumen berdiri tegak yang sekarang ini letaknya kira-kira diujung Jl Perwira sejajar dengan Kementerian Agama.

Monumen ini didirikan untuk mengenal Mayor Jenderal Andres Victor Michiels, seorang komandan di Sumatera Barat, yang tewas ketika bertugas memadamkan pemberontakan di Bali pada 23 Mai 1849. Monumen yang terletak di ujung bagian barat Lapangan Banteng, kala itu bernama Willemlaan (kini Jl Perwira). Monumen kolonial ini dihancurkan pada masa Jepang (1942-1945). Di sampingnya tampak gereja Katedral dengan menaranya yang menjulang tinggi.

BACA JUGA: Heboh Rendang Babi, Ini 5 Alasan Mengapa Orang Islam Haram Makan Daging Babi

Berdampingan dengan katedral pada tahun 1960-an, Bung Karno mulai membangun Masjid Istiqlal, yang sebelumnya sebuah benteng Belanda. Pada masa Belanda lapangan ini disebut Waterlooplein, untuk mengejek kekalahan Napoleon Bonaparte di Waterloo, Belgia (1815).

Sampai tahun 1960’an, banyak warga masih menyebut jalan di sekitar Lapangan Banteng Waterlooplein. Sedangkan lapangannya sendiri disebut Lapangan Singa, karena terdapat tugu berupa patung singa di atasnya, yang diruntuhkan pada masa penjajahan Jepang. Presiden Soeharto pada 1963 membangun Tugu Pembebasan Irian Barat, tepat di atas tugu singa.

BACA JUGA: Kerajaan Banten Harus Dihancurkan atau VOC yang akan Lenyap


Keberadaan lapangan ini berkat jasa gubernur jenderal Willem Herman Daendels (1808-1811), ketika ia memindahkan Batavia Lama (Pasar Ikan dan Kota), ke daerah lebih sejuk: Weltevreden. Batas-batas Weltevreden (Ibu kota baru) ketika itu adalah: sebelah utara Postweg (kini Jl Pos) dan Schoolweg (Jl Dr Sutomo), sebelah timur de Grote Zuindenweg (Gunung Sari dan Pasar Senen), sebelah selatan Jl Kramat Raya sampai Jl Parapatan, dan sebelah barat sungai Ciliwung.

Ketika Daendels diangkat sebagai gubernur jenderal dan memindahkan Batavia ke Weltevreden, ia mendapat tugas untuk membangun daerah baru itu sebagai pusat pertahanan militer di tanah Jawa. Karenanya, pada saat Daendels lapangan ini disebut Lapangan Parade.

BACA JUGA: Biografi Singkat Eril Anak Ridwan Kamil yang Meninggal Tenggelam di Sungai Aare

Tiap Minggu sore dengan diiringi orkes dari korps musik militer, kesatuan-kesatuan berparade di sini. AWP Weisel, dalam bukunya Batavia 1858 menulis: ”Korps musik garnizun Batavia yang terlatih baik mempergelarkan beberapa reportoir yang indah dengan sangat baik.” Orkes itu, tulis Weisel, seperti berada di tengah sebuah taman parkir, dikelilingi deretan kereta.

Ketika itu, delman dan sado yang ditarik oleh dua, empat, sampai delapan ekor kuda, merupakan kendaraan golongan elite. Mereka yang datang bersama dan keluarga menonton parade disertai para budak yang memayunginya.

BACA JUGA: Humor Gus Dur: PM India Tertawa Ada Orang Kencing di Pinggir Jalan Moskow, Ternyata Dubes India

Sebelum adanya Lapangan Parkir Timur Senayan yang dibangun dalam rangka Asian Games (1962), lapangan Banteng jadi kegiatan latihan militer. Bahkan ketika itu, acara Hari ABRI diadakan di lapangan ini.

Pada saat Pemilu lapangan ini juga menjadi salah satu ajang kampanye dari partai-partai politik. Konon nama banteng untuk lapangan ini diberikan oleh Bung Karno. Ia dalam berbagai pidatonya sering menyatakan: ”Bangsa Indonesia adalah bangsa banteng dan bukan bangsa tempe".

BACA BERITA MENARIK LAINNYA:
> Humor NU: Orang Muhammadiyah Ikut Tahlilan Tapi Gak Bawa Pulang Berkat, Diledek Makan di Tempat Saja

> Bolehkah Makan Nasi Berkat dari Acara Tahlilan? Halal Bisa Jadi Haram

> Banyak Pria Jakarta Sakit Raja Singa Gara-Gara Wisata "Petik Mangga"

> Kata Siapa Muhammadiyah tidak Punya Habib, KH Ahmad Dahlan Itu Keturunan Rasulullah

> Pak AR Salah Masuk Masjid, Diundang Ceramah Muhammadiyah Malah Jadi Imam Tarawih di Masjid NU

> Humor Gus Dur: Yang Bilang NU dan Muhammadiyah Berjauhan Hanya Cari Perkara, Yang Dipelajari Sama

> Humor Cak Nun: Soal Rokok Muhammadiyah Terbelah Jadi Dua Mahzab

> Humor Ramadhan: Puasa Ikut NU yang Belakangan, Lebaran Ikut Muhammadiyah yang Duluan

> Muhammadiyah Tarawih 11 Rakaat, Pakai Formasi 4-4-3 atau 2-2-2-2-2-1?

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.