Banjir Jakarta Warisan 66 Gubernur Jenderal Hindia Belanda

Jakarta Kebanjiran. Sebanyak 66 Gubernur Jenderal yang memerintah di Hindia Belanda tidak ada yang merasa bersalah atas banjir yang melanda Batavia. Foto: IST.
Jakarta Kebanjiran. Sebanyak 66 Gubernur Jenderal yang memerintah di Hindia Belanda tidak ada yang merasa bersalah atas banjir yang melanda Batavia. Foto: IST.

KURUSETRA — Salam Sedulur… Sejumlah wilayah di DKI Jakarta sejak Sabtu (16/7/2022) dilanda banjir. Puluhan RT dan ratusan kepala keluarga menjadi korban sehingga melumpuhkan aktivitas mereka. Namun, apakah benar banjir di Jakarta tidak bisa diatasi?

Banjir di Jakarta sudah terjadi sejak lama, sejak era Kerajaan Tarumanegara yang berkuasa di Jakarta hingga Pemerintah Hindia Belanda. Banjir yang menjadi warisan dan selalu memusingkan para walikota dan gubernur untuk mengendalikannya. Para gubernur jenderal Belanda, sejak JP Coen sampai AWL Tjarda van Starkenborgh Stachoewer, juga gagal mengatasi banjir di Jakarta (dh Batavia).

Ada 66 gubernur jenderal Hindia Belanda yang berkuasa di Batavia, tetapi tidak ada yang pernah merasa bersalah atas terjadinya banjir di kota ini. Seorang penulis Amerika Serikat yang selama beberapa tahun menjadi staf kantor penerangan AS (USIS) di Jakarta, ketika menulis tentang kota ini menyalahkan pendiri Batavia JP Coen karena mendirikan kota di atas rawa-rawa. Kalau saja Coen bijaksana dan memilih tempat yang lebih tinggi, setidaknya bencana banjir dapat dikurangi, dan tidak memusingkan para penggantinya.

BACA JUGA: Banjir Darah di Batavia Usai Tentara VOC Bantai 10 Ribu Orang China dari Balita Hingga Manula

Banjir paling besar di Jakarta terjadi pada tahun 1872, sehingga Sluisburg (Pintu Air) di depan Masjid Istiqlal sekarang ini jebol. Kita tidak tahu bagaimana banjir besar 150 tahun lalu itu dibandingkan dengan banjir sekarang. Yang pasti ketika itu Ciliwung meluap dan merendam pertokoan serta hotel di Jl Gajah Madah dan Hayam Wuruk.

Sejak banjir besar itu terjadi, pemerintah Belanda berusaha keras untuk membebaskan kota ini dari banjir dengan membuat Banjir Kanal Barat. Namun, saluran pembuangan banjir itu sekarang ini boleh dibilang sudah tidak berarti lagi bagi Jakarta. Sebab, ketika Banjir Kanal Barat didirikan, penduduk Batavia baru sekitar 600 ribu jiwa.

BACA JUGA: Dinilai Sukses Tumpas PKI, Senyum Soeharto Jadi Sampul Majalah TIME Tahun 1966


Sekarang, penduduk Jakarta sudah belasan juta jiwa. Dan, tanpa memperhitungkan bahaya banjir, banyak di antara mereka yang tinggal di bantaran-bantaran sungai. Mereka juga menjadi sungai sebagai tempat pembuangan sampah yang terlarang keras pada masa kolonial.

Pada tahun 1895 pemerintah Hindia Belanda pernah merancang grand design untuk menanggulangi banjir di Jakarta. Belanda sangat sadar bahwa Jakarta merupakan dataran rendah yang potensial terlanda bencana banjir, karena daerahnya memang berawa-rawa dan banyak terdapat situ (danau kecil).

BACA JUGA: VOC Buang Penjahat dan Gelandangan Keturunan China ke Sri Lanka

Grand design itu mencakup pembangunan yang menyeluruh dari daerah hulu di kawasan Puncak hingga hilir di daerah estuaria di utara Jakarta. Kini kawasan Puncak sudah semrawut dan beralih fungsi, sebagian sudah kehilangan hutan, akibat pembangunan vila-vila yang menyalahi tata ruang. Tidak heran kalau hujan turun di kawasan ini Jakarta kebanjiran karena hilangnya daerah resapan air.

BACA BERITA MENARIK LAINNYA:
> Humor NU: Orang Muhammadiyah Ikut Tahlilan Tapi Gak Bawa Pulang Berkat, Diledek Makan di Tempat Saja

> Bolehkah Makan Nasi Berkat dari Acara Tahlilan? Halal Bisa Jadi Haram

> Banyak Pria Jakarta Sakit Raja Singa Gara-Gara Wisata "Petik Mangga"

> Kata Siapa Muhammadiyah tidak Punya Habib, KH Ahmad Dahlan Itu Keturunan Rasulullah

> Pak AR Salah Masuk Masjid, Diundang Ceramah Muhammadiyah Malah Jadi Imam Tarawih di Masjid NU

> Humor Gus Dur: Yang Bilang NU dan Muhammadiyah Berjauhan Hanya Cari Perkara, Yang Dipelajari Sama

> Humor Cak Nun: Soal Rokok Muhammadiyah Terbelah Jadi Dua Mahzab

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSE