Hadramaut, Negeri Para Habib
CERITA ABAH: Artikel ini adalah warisan berupa tuturan dari sejarawan sekaligus wartawan senior (Almarhum) Alwi Shahab kepada kami dan kami tulis ulang. Selamat Menikmati.
KURUSETRA -- Salam Sedulur... Di Hadramaut, Yaman, menggunakan senjata dilarang di bandara dan naik pesawat terbang. Yang juga menarik, terutama di Yaman Utara, setiap pemuda hingga pria setengah baya menyandang belati di pinggangnya, yang oleh warga setempat disebut jambiah. Bentuknya agak melengkung dan kedua sisinya sangat tajam.
Panjang mata pisau itu sekitar 20 cm dan di bagian pangkal lebarnya 5 cm. Pada sarung jambiah diselipkan aksesori warna-warni. Semakin kaya seseorang makin indah aksesorinya.
BACA JUGA: Gara-Gara Presiden Gus Dur Marah, Istana Negara Hampir Dilanda Kebakaran
Jambiah itu seperti keris, senjata tradisi orang Jawa. Bedanya, jambiah dipakai tiap hari dan tiap kegiatan, bukan hanya sewaktu-waktu. Rupanya penggunaan senjata di Hadramaut oleh warga sipil sudah berlangsung ratusan tahun.
Seperti dituturkan Prof LWC van den Berg, orientalis Belanda, yang mengadakan penelitian di Hadramaut pada 1884–1886. Penduduk Hadramaut terbagi dalam kabilah-kabilah. Mereka punya pemimpin turun-menurun bergelar munshib.
BACA JUGA: Humor Gus Dur: Ditanya Kapan Indonesia Bisa Makmur, Tuhan Pun Menangis
Munshib berdiam di lingkungan keluarga yang paling besar atau di tempat asal keluarganya. Misalnya, keluarga bin Yahya punya munshib di Al-Garaf. Al-Machdor di Khoraibah, Alatas di Horaidah, Alhadad di Al-Hawi, dan Binsyechbubarkar di Inat. Semua munshib diakui sebagai pemimpin agama oleh suku-suku yang tinggal di sekitar kediaman mereka dan dianggap sebagai penguasa.