Cak Nun: Pantas Orang Jawa Gampang Dijajah, Wong Kita Terlalu Baik
KURUSETRA -- Salam Sedulur... Pantas dulu kita bangsa Jawa ini gampang dijajah. Lha wong kita ini terlalu baik, kata budayawan Cak Nun. Pernyataan itu disampaikan dia mengingat bangsa Indonesia, khususnya suku Jawa jika pergi dan bergaul di ke luar negeri, terlalu baikan sama orang.
Kita sangat akomodatif, sangat menyambut, suka menyuguh dan memberikan apa saja yang kita bisa kepada para tamu. Itu namanya “jowo”. Kalau pelit, itu “ora jowo”. Tentulah. Karena kita semua memang pengagum Tuhan, dan berusaha meniru sifat-sifat-Nya. Bukankah Tuhan Maha Jowo?
BACA JUGA: Viral Pernikahan Beda Agama di Semarang, Mempelai Wanita Berhijab Ikut Pemberkatan di Gereja
"Bayangkanlah kalau Allah mengurangi Jowo-Nya, misalnya pagi ini Ia kurangi anugerah-Nya kepada Anda dengan mengambil mata atau telinga yang nempel di tubuh kita dan disimpan kembali di gudang-Nya," kata Cak Nun dalam buku Secangkir Kopi Jon Pakir.
"Lha, ya begitulah, beberapa lama ini saya menemani tamu monco saya. Tak habis-habisnya saya nraktir, membelikan lurik, batik, berbagai sovenir, T-shirt, dan lain-lain. Sampai pada suatu hari saya berdebat dengannya dan menemukannya sebagai seorang materialis sejati."
BACA JUGA: Setelah Wayang, Kini Nasi Padang yang Diharamkan
Cak Nun berkata, materialis itu bukan dalam arti gila materi, tapi melihat seluruh kehidupan ini hanya sebagai materi. Ia menertawakan filsafat, tak percaya kepada jiwa dan mengenali nilai-nilai hanya sejauh menyangkut struktur keberadaan materi.
Maka manusia dilihatnya hanya sebagai perut, dan segala urusan politik hanyalah berkisar pada distribusi nasi. Maka ia fanatik kepada orang miskin dan ‘sentimen’ kepada orang kaya.
BACA JUGA: Cak Nun: Apakah Rasulullah Pernah Mengajarkan Tembang Tolak Bala?
"Saya mencoba berontak dengan menunjukkan kepadanya bahwa saya ini lebih melarat dibanding dia yang punya gaji tetap dan besar dan bisa sering tamasya ke luar negeri dan bisa pelit. Maka kalau saya mentraktirnya ini itu, semata-mata karena filsafat hidup saya, karena rasa sosial (bukan solidaritas rasional) dan karena nilai cinta kemanusiaan."
Nilai-nilai itu ternyata tak ada maknanya bagi materialisme yang menjadi tulang punggung kehidupannya. "Saya jadi anyel."
BACA JUGA: Cak Nun: Buzzer-Buzzer akan Kualat dan Kena Karma
"Saya katakan kepadanya bahwa rakyat Indonesia bisa bertahan hidup karena filsafat, karena ketahanan moral dan nilai-nilai kejiwaan. Kalau tak punya itu, dengan takaran materi yang amat rendah, mereka sudah hancur hidupnya. Dengan nilai-nilai itu mereka tetap sanggup memanusiakan dirinya di tengah derita dan kemelaratan."
"Karena si monco ini memang tak tahu banyak tentang manusia Indonesia, maka dia tak mampu membantah argumentasi saya. Saya lantas merasa iba, kasihan, dan segera saya traktir lagi."
BACA JUGA:
Humor Gus Dur: Tak Sengaja Bercanda di Depan Uskup, Kenapa Belum Kawin, Padahal Kawin Itu Enak
Humor Gus Dur: 3 Presiden Indonesia Gila, Kalau Saya yang Milih yang Gila
Humor Gus Dur: Harmoko Lempar Jumrah Batunya Balik Lagi, Dibisiki Sesama Setan Jangan Saling Lempar
Humor Gus Dur: Cak Nun Batal Temani Soeharto Tobat Gara-Gara Dikerjain Gus Dur
TONTON VIDEO PILIHAN UNTUK ANDA:
.
Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Anda juga bisa berpartisipasi mengisi konten di KURUSETRA dengan mengirimkan tulisan, foto, infografis, atau pun video. Kirim tulisan Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.