Home > Sejarah

Awas Anjing Galak, Sisa-Sisa Kebiasaan Penjajah Belanda

Warga Belanda-Eropa dan warga Indo blasteran gemar memelihara anjing.
Di rumah-rumah sinyo Belanda ada tulisan
Di rumah-rumah sinyo Belanda ada tulisan "Awas Anjing Galak".

CERITA ABAH: Artikel ini adalah warisan berupa tuturan dari sejarawan sekaligus wartawan senior (Almarhum) Alwi Shahab kepada kami dan kami tulis ulang. Selamat Menikmati.

KURUSETRA -- Salam Sedulur.. Warga Indo, percampuran Indonesia-Belanda, dan warga Belanda-Eropa, banyak memelihara anjing. Tidak heran kalau di depan rumah mereka tertulis kata-kata, "Awas Anjing Galak".

Orang Betawi menyebut anak Belanda sinyo dan noni atau non untuk gadis. Untuk orang dewasa mereka memanggil tuan atau meneer dan nyonya atau mevrouw untuk wanita.

Salah satu sifat Belanda yang tidak disenangi kala itu, mereka suka mabuk-mabukan. Apalagi, saat malam Natal dan tahun baru, diselingi pesta dansa semalam suntuk, yang kini sudah menjadi budaya kita.

BACA JUGA: Humor Gus Dur: Kalau Punya Duit Saya Mending Dagang Rambutan daripada Bikin Bank Islam

Wanita Indo kala itu banyak berambut sasak, model rambut mumbul ke atas. Pada Masa Bung Karno rambut model ini terlarang. ”Ganyang sasak,” teriak pemuda-pemuda kelompok kiri bila mendapati para ibu atau gadis berambut demikian di jalan.

Sekitar 350 tahun lalu, ketika Gubernur Jenderal JP Coen membangun Batavia, ia meniru kota-kota di negerinya. Contoh yang masih kita temui adalah Gedung Stadhuis (balai kota) di Jl Falatehan I, Jakarta Barat, meniru gedung dengan fungsi yang sama di Amsterdam. Beberapa ratus tahun kemudian, ketika kawasan elite Menteng, Jakarta Pusat, dibangun 1920-an sampai 1940-an bercitra Hollandse villa’s op Indische Grond (vila Belanda di tanah Hindia).

Seorang arsitek Belanda, Ir HP Berlage, pada 1928 ketika ke Menteng merasa seakan-seakan berada di Hilversum (kota tempat kelas atas di Belanda). Kawasan ini dibangun untuk menampung orang Belanda yang kala itu banyak berdatangan ke Batavia karena banyaknya industri dan perdagangan.

BACA JUGA: Gus Baha: Suara Dangdutan Saja Boleh Kencang, Kenapa Kalimat Zikir Gak Boleh Keras-Keras?

Sampai 1958 di Batavia terdapat dua surat kabar Belanda, yaitu Java Bode dan Nieuwsgeer. Itu menunjukkan banyaknya warga Belanda di sini.

Di antara mereka, terutama Indo-Belanda, banyak tinggal di kampung-kampung. Tidak heran gaya hidup mereka, termasuk cara berpakaian dan bersolek, banyak ditiru masyarakat.

Awal 1960-an saat hubungan RI-Belanda putus akibat persoalan Irian Barat (Papua), Bung Karno mengganti nama-nama berbau Belanda. Contohnya, wartawati Antara, Itje Syamsuddin, diganti jadi Ita Syamsuddin. Rima Melati adalah nama yang diberikan Bung Karno pada artis film ini. Sebelumnya, ia bernama Lience Tambayong.

Masih banyak lagi nama selebritis beken kala itu yang diganti namanya oleh presiden pertama RI ini. Demikian pula nama-nama tempat hiburan berbau asing, seperti Princen Park jadi Lokasari, Bioskop Metropole jadi Megaria, dan Astoria jadi Satria. Masih ratusan nama lagi yang diganti namanya mengikuti arus nasionalisme yang masih tinggi kala itu. Termasuk nama-nama grup musik dan larangan musik ala The Beatles dan rock n’roll.

BACA JUGA:
Humor Gus Dur: Yang Pendendam Itu Unta Bukan Manusia

Humor Gus Dur: Ratusan Orang NU Jadi Muhammadiyah karena Sholat Tarawih

Sujiwo Tejo: Yang Belain Wayang Mungkin Hanya Ingin Gaduh

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Anda juga bisa berpartisipasi mengisi konten di KURUSETRA dengan mengirimkan tulisan, foto, infografis, atau pun video. Kirim tulisan Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.

× Image